Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan pihak kepolisian menetapkan status tersangka kepada enam orang dalam dugaan kepemilikan senjata api ilegal terkait kerusuhan 21 dan 22 Mei 2019 di Jakarta.
M Iqbal mengatakan setiap tersangka menjalankan perannya masing-masing.
Tersangka pertama adalah HK alias Iwan yang berdomisili di Perumahan Visar, Cibinong, Kabupaten bogor.
“HK berperan sebagai leader, eksekutor, mencari senjata api serta mencari eksekutor lain, dia juga memimpin tim untuk turun pada tanggal 21 Mei 2019. HK kemudian diketahui berbaur dengan peserta aksi unjuk rasa sembari membawa sepucuk senjata api berjenis revolver taurut 38, yang bersangkutan ditangkap hari itu juga pukul 13.00 WIB di Hotel Megaria, Cikini, Jakarta Pusat dan mengaku menerima bayaran Rp 150 juta,” ungkap Iqbal dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2019).
Baca: Fakta-fakta Penangkapan Anggota Polwan Diduga Terpapar Paham Radikalisme
Baca: Pengacara Sofyan Basir Sayangkan Kliennya Ditahan KPK Sebelum Lebaran
Baca: Inter Milan, Alasan Jose Mourinho Ogah Melatih Juventus
Tersangka kedua berinisial AZ diketahui tinggal di Kelurahan Sarua, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten berperan sebagai eksekutor sekaligus mencari eksekutor lainnya.
AZ ditangkap di Terminal 1C, Bandara Soekarno-Hatta Tangerang pada 21 Mei 2019 pukul 13.30.
“Lalu tersangka ketiga berinisial IR sebagai eksekutor dan sudah menerima uang Rp 5 juta beralamat di Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dan yang berdangkutan ditangkap di Kantor Security Pos Peruri, Jalan KPBD, Sukabumi Selatan, Jakarta Barat pada 21 Mei 2019 pukul 20.00,” imbuh Iqbal.
Lalu tersangka ketiga berinisial TJ beralamat di Cibinong, Bogor, Jawa Barat sebagai eksekutor yang menguasai penggunaan senjata api laras pendek cal 22 dan senjata api laras panjang cal 22.
Menurut keterangan yang dihimpun kepolisian TJ menerima uang Rp 55 juta dan ditangkap 24 Mei 2019 pukul 08.00 di Sentul, Citereup, Bogor.
“Saat diperika tersangka TJ diketahui urine-nya positif zat narkotika yaitu amfetamine dan metamfetamine, karena sebagai eksekutor untuk menambah keberanian kadang diperlukan asupan zat semacam itu,” tegas Iqbal.
Lalu tersangka kelima yaitu AD berperan sebagai penjual senjata api rakitan meyer, senjata api rakitan laras panjang, dan senjata api rakitan laras pendek kepada HK.
Diketahui dari hasil penjualan itu AD memperoleh uang sebesar Rp 26,5 juta.
AD yang beralamat di Rawa Badak Utara, Koja, Jakarta Utara ditangkap 24 Mei 2019 pukul 08.00 di daerah Swasembada, Jakarta Utara.
“AD ini juga diketahui mengkonsumsi amfetamine dan metamfetamine, bahkan lebih banyak dari TJ,” ungkap Iqbal.
Dan tersangka keenam merupakan perempuan berinisial AF alias Fifi, berdomisili di Kelurahan Rajawali, Pancoran, Jakarta Selatan.
Tersangka perempuan satu-satunya hingga kini itu berperan sebagai pemilik dan penjual senjata api ilegal jenis revolver taurus cal 38 kepada tersangka HK.
Baca: Tanggapi Pernyataan Bambang Widjojanto, KPU : Masih Lebih Baik Ketimbang di Era Orde Baru
“Dari hasil penjualan itu AF berhasil memperoleh uang Rp 50 juta dan ditangkap di Bank BRI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada 24 Mei 2019,” pungkas Iqbal.
Menurut Iqbal para tersangka terancam hukuman penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun berdasarkan aturan pada Pasal 1 Undang-undang Darurat nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api.
Keterlibatan purnawirawan
Beberapa purnawirawan TNI disebut menjadi bagian dari perusuh dalam aksi 22 Mei.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko pun memberikan bocoran soal adanya purnawiran TNI tersebut.
Hal ini dikatakan Moeldoko saat menjadi narasumber di acara Kabar Petang, tv One, Minggu (26/5/2019).
Mulanya pembawa acara bertanya soal adanya purnawirawan yang juga ikut menolak hasil dari pemilihan presiden (pilpres) 2019.
Baca: Moeldoko Ungkap Mantan TNI & Prajurit Desersi Terlibat Rusuh 22 Mei : Kolaborasi dengan Preman
Bahkan, terdapat informasi yang menyebut ada beberapa kelompok purnawirawan yang juga tergabung dalam aksi 22 Mei tersebut.
Moeldoko lalu menjawab tidak ada kaitan antara purnawirawan dengan sikap politiknya.
Namun Moeldoko menyayangkan ada beberapa kelompok purnawirawan yang berada dalam pusaran aksi 22 Mei.
"Sebenarnya enggak ada masalah ya kita-kita ini yang sudah pensiun memiliki hak politik yang sama dengan masyarakat karena prajurit TNI sudah ditanggalkan sehingga hak politiknya melekat sehingga mereka memiliki pilihan politik itu," ujar Moeldoko.
"Tetapi yang kita tidak boleh adalah sekali lagi ada pikiran-pikiran yang sekelompok kecil dari anggota TNI yang mantan anggota TNI yang memang ada dalam pusaran kelompok tertentu ini, kita kenali itu."
Baca: Moeldoko Beberkan Fakta Aksi 22 Mei: Sebut Setingan hingga Rencana Pertemuan Jokowi dan Prabowo
Moeldoko juga menerangkan siapa purnawirawan yang tergabung dalam aksi tersebut dan telah diawasi sebelumnya.
"Ini yang sungguh kita sayangkan para prajurit-prajurit desersi, para orang-orang pecatan itu memang ada, ada dalam pembicaraan dan itu kita monitor dengan pasti bahwa mereka-mereka itu terlibat dari bagan kerusuhan itu," kata Moeldoko.
Namun, menurut Moeldoko hal itu menjadi wajar karena mantan TNI sudah menjadi rakyat yang memiliki hak politik yang sama.
"Iya itu hal yang wajar sama saya juga punya hak politik untuk memerankan itu, tapi sekali lagi yang menjadi tidak wajar adalah ada sekelompok mantan prajurit TNI yang melakukan sesuatu yang berkolaborasi dengan para preman itu dan itu sudah kenali, kita dalam upaya menangkapi para pelaku-pelaku itu," kata Moeldoko.
Baca: Ini Kata Moeldoko Mengenai Kerusuhan Dini Hari
Sebelumnya, pemerintah juga telah mengantisipasi kelompok purnawirawan tertentu yang tergabung dalam aksi 22 Mei tersebut.
"Ya berbagai pendekatan dilakukan, sekali lagi harus dibedakan kalau purnawirawan secara keseluruhan mereka mengaktualisasi pilihan politiknya silahkan enggak ada masalah," tutur Moeldoko.
"Dalam satu angkatan saya juga ada puluhan yang berbeda silahkan enggak ada masalah, yang penting semua berjalan di atas demokrasi yang sehat, menghormati proses demokrasi yang benar, maka berjalan baik-baik saja."
Baca: Moeldoko: Ada Upaya Sistematis dari Kelompok Tertentu Ingin Membuat Kerusuhan
Lihat videonya menit 4.24:
Sebelumnya, dalam acara yang sama, Moeldoko juga menyayangkan adanya kericuhan di aksi 22 Mei yang membuat Pemilu Indonesia tercoreng di mata internasional.
Moeldoko mulanya menyebut sebenarnya aksi sesungguhnya berjalan dengan baik dan secara tertib.
"Disayangkan kalau kita melihat kemarin pada satu peristiwa demo semua berjalan sangat bagus, tidak ada apa-apa baik demonstran dan petugas lapangan kita kepolisian, semua berjalan baik," ujar Moeldoko.
Ia lantas mengatakan suasana berubah ketika ada perusuh.
"Tapi situasi berubah karena ada tindakan perusuh yang tiba-tiba akhirnya semua dari kita kaget itu ada perusuh yang disiapkan walaupun sebenarnya dari awal kita sudah memonitor dengan baik, bahwa akan terjadi begini dan seterusnya," ungkap Moeldoko.
Baca: Moeldoko: Intelijen Kita Telah Menangkap Upaya Penyelundupan Senjata untuk Aksi 22 Mei
Moeldoko menjelaskan bahwa perusuh pada dasarnya ingin menciptakan suasana aksi menjadi ricuh.
"Itu semua settingan kita pahami, dan pada akhirnya ini mencoreng ya di mata internasional bahwa seolah-olah pesta demokrasi kita kurang baik, padahal hal ini kalau kita mengikuti sampai dengan pemilu dan pascapemilu semua berjalan baik sesungguhnya," ujarnya.
Dilanjutkannya, Moeldoko menceritakan perusuh semakin memancing massa aksi sesungguhnya dan petugas agar ikut menciptakan kerusuhan.
Namun Moeldoko mengatakan masyarakat cukup baik dan pandai membedakan.
"Betul memang ada upaya oleh kelompok tertentu yang ingin mendompleng pesta demokrasi ini," kata dia.
Moeldoko juga meminta agar tidak memberikan toleransi kepada perusuh dan meminta agar dimusuhi bersama-sama.
Baca: Moeldoko Sebut Sangat Mungkin Ada Upaya Adu Domba pada Aksi 22 Mei Mendatang
Baca: Istana Panik Hadapi Aksi 22 Mei di KPU? Ini Jawaban Moeldoko