TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertarungan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 hingga kini masih menyimpan hawa panas politik di negeri ini.
Dimulai saling adu klaim kemenangan antara Paslon 01, Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandi, Paslon 02 sesaat setelah hari pencoblosan (17 April), dengan berbekal hasil perolehan suara penghitungan masing-masing kubu.
Pengamat politik dari Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS), Adib Miftahul mengatakan, untuk membuat kondisi politik menjadi dingin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengirim Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan (LBP) untuk menemui capres Prabowo Subianto.
Namun pertemuan tersebut ditunda.
“Puncaknya, keputusan pemenang Pilpres 2019 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tgl 21 Mei 2019, yang memenangkan paslon 01 berujung Aksi 22 Mei. Aksi damai yang berbuntut kekisruhan itu, menurut polisi diduga ditunggangi pihak ketiga. Efeknya membuat situasi politik tak kunjung reda. Masih panas, malah aksi 22 Mei dijadikan komoditas oleh oknum elit politik, untuk berlanjut saling serang argumentasi,” ujar Adib dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (28/5/2019) .
Untuk kedua kalinya, Presiden Jokowi atas inisiatif dirinya dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), hasilnya mengutus JK bertemu dengan Prabowo Subianto pada Kamis (23/05/2019) malam.
Hasilnya hampir sama, kondisinya tak jauh berbeda dengan diplomasi yang dilakukan LBP.
Malah, Jokowi mengaku belum mengetahuinya tentang hasil pertemuan itu, karena belum bertemu dan berkomunikasi dengan JK.
“Kondisi politik saat ini hanya tertumpu pada tokoh sentral, yaitu Jokowi dan Prabowo. Pertemuan keduanya diyakini bisa menjadi obat mujarab untuk menyudahi rivalitas yang mengancam pada perpecahan anak bangsa. Jokowi dan Prabowo bertemu, membuat sedikit pernyataan kepada rakyat Indonesia, maka selesai sudah sengkarut politik ini,” ungkapnya.
Baca: Sekjen Gerindra Beberkan Hasil Pertemuan Prabowo dengan Jusuf Kalla
Menurutnya, Presiden Jokowi mempunyai kartu truf yang bisa menjembatani konflik politik saat ini.
Dia adalah Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu, menteri Pertahanan.
Alumni Akabri tahun 1974 ini adalah satu angkatan dengan Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto.
“Pertama, Kenapa Ryamizard? Mantan KSAD ini bisa memecahkan kebuntuan dengan "Diplomasi Satu Kamar" yang dimilikinya.
Kedekatan karena satu leting pasti lebih mengenal seluk beluk masing-masing pribadi, antara Ryamizard dan Prabowo.
Hal ini yang tak dimiliki "Juru Runding" Jokowi lainnya.
Personal approach atau pendekatan pribadi dari Ryamizard bisa menjadi kunci utama. Ini bisa menjadi poin penting dalam berkomunikasi dengan Prabowo,” bebernya.
Kedua, Ryamizard Ryacudu, sejak pensiun, dalam kontestasi politik dinilai sebagai Jenderal yang tak gampang mengumbar rivalitas dengan mengeluarkan statement kontroversial kepada lawan politik Jokowi.
“Mantan Pangkostrad itu terkenal Jenderal 'profesional' bekerja sesuai tupoksinya. Jiwa negarawan itu yang dimiliki Ryamizard, sama halnya yang dimiliki oleh Prabowo. Chemistry ini yang dimiliki Ryamizard Ryacudu untuk melunakkan Prabowo Subianto,” pungkasnya.