Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terungkap kode komunikasi yang digunakan pejabat Imigrasi Mataram, setelah menerima uang suap terkait pengurusan izin tinggal dua Warga Negara Asing (WNA) di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Komunikasi suap pejabat imigrasi yang berhasil diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu 'makasi, buat pulkam'.
"Teridentifikasi salah satu komunikasi dalam perkara ini, setelah penerimaan uang oleh pejabat imigrasi terjadi, yaitu: 'makasi, buat pulkam'," sebut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2019).
Diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait penyalahgunan izin tinggal untuk Warga Negara Asing (WNA) di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Baca: Hanya Gara-gara Kalah Main Game, Anak Orang Kaya Ini Tikam Temannya 27 Kali Hingga Tewas
Baca: TKN Ingin Ada Pertemuan Pendahuluan Tokoh Di Sekitar Jokowi-Prabowo
Baca: GP Ansor Dukung Polri Tegakkan Hukum terhadap Para Perusuh Negeri
Baca: Pembebasan Bersyarat Henry J Gunawan Tabrak Permenkumham
Baca: Kominfotik Pemprov DKI Jakarta Siap Suport Panitia Anugerah Jurnalistik MH Thamrin 2019
Tiga tersangka tersebut yakni, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Kurniadie (KUR), Kepala Seksi Intelejen dan Penindakan Kantor Imigrasi Klas I Mataram Yusriansyah Fazrin (YRI) dan Direktur PT Wisata Bahagia (WB) Liliana Hidayat (LIL).
Kurniadie dan Yusriansyah diduga menerima suap sebesar Rp 1,2 miliar untuk mengurus perkara dugaan penyalahgunaan izin tinggal dua WNA atau turis berkewarganegaraan Singapura dan Australia.
Uang tersebut diberikan dari Liliana selaku manajemen Wyndham Sundancer Lombok untuk mengurus perkara dua WNA yang disalahgunakan.
Awalnya, penyidik di kantor Imigrasi Kelas I Mataram mengamankan dua turis berinisial BGW dan MK karena diduga menyalahgunakan izin tinggal. Keduanya disinyalir masuk menggunakan visa sebagai turis biasa, tapi ternyata diduga bekerja dl Wyndham Sundancer Lombok.
Kemudian, perwakilan Manajemen Wyndham Sundancer Lombok, Liliana Hidayat diduga mencoba mencari cara melakukan negosiasi dengan penyidik di Kantor lmigrasi Kelas I Mataram agar proses hukum dua WNA tersebut tidak berlanjut.
Ternyata, Kantor Imigrasi Kelas I Mataram telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidlkan (SPDP) untuk dua WNA tersebut tanggal 22 Mei 2019. Selanjutnya, terjadi komunikasi antara penyidik Imigrasi dengan Liliana terkait SPDP tersebut.
Permintaan pengambilan SPDP ini diduga sebagai kode untuk menaikan harga untuk menghentikan kasus.
Liliana kemudian menawarkan uang sebesar Rp 300 juta untuk menghentikan kasus tersebut. Namun, Yusriansyah menolak karena jumlahnya sedikit. Terjadilah proses negosiasi lanjutan antara Yusriansyah dengan pihak Wyndham Sundancer Lombok.
Akhirnya, disepakati jumlah uang untuk mengurus perkara dua WNA tersebut sebesar Rp 1,2 miliar. Penyerahan uang Rp 1,2 miliar tersebut dilakukan dengan cara yang tidak biasa.
Baca: Tim Hukum Jokowi-Maruf : Rakyat Cerdas Bedakan Propaganda dan Fakta
Baca: Dialog: Membahas Investigasi Jatuhnya Korban di Kerusuhan 22 Mei [2]
Baca: Soal Kerusuhan 22 Mei, Mahfud MD: Pasti Ada Dalangnya, Tidak Mungkin Spontanitas
Sebagai pihak yang diduga menerima suap, Kurniadie dan Yusriansyah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Liliana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.