Pitra pun menyebut laporan polisi yang menuding Kivlan hendak melakukan makar sebagai fitnah.
Baca: Suasana Rumah hingga Pengakuan Tetangga Setelah Kivlan Zen Ditetapkan Jadi Tersangka
Baca: Kivlan Zein Jadi Tersangka Kasus Makar, Begini Tanggapan Fadli Zon hingga Pengakuan Tetangga
"Kami merasa difitnah dengan laporan polisi tersebut dan telah kami klarifikasi, bahwa kami tidak ada upaya untuk menggulingkan pemerintah seperti dalam pasal makar. Kami hanya protes, berunjuk rasa terhadap kecolongan-kecolongan (dalam pemilu). Dan itu (unjuk rasa) hanya dilakukan di Bawaslu dan KPU," kata Pitra, dikutip dari Kompas.com.
Sebelumnya, Kivlan dilaporkan oleh seorang wiraswasta bernama Jalaludin dengan dugaan penyebaran berita bohong dan makar.
Laporan tersebut telah diterima dengan nomor LP/B/0442/V/2019/ BARESKRIM tertanggal 7 Mei 2019.
Dilansir Kompas.com, pasal yang disangkakan kepada Kivlan adalah terkait tindak pidana penyebaran berita bohong atau hoaks dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 an/atau Pasal 15 serta terkait keamanan negara atau makar dengan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 dan/atau Pasal 163 jo Pasal 107.
Fadli Zon Berkomentar tentang Status Tersangka Kivlan Zein
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengkritik penetapan tersangka Kivlan Zein terkait kasus dugaan penyebaran berita bohong dan makar.
Menurut Fadli, itu merupakan bentuk kemunduran demokrasi.
"Menurut saya upaya-upaya untuk memudahkan mencap orang makar ini bagian dari kemunduran demokrasi," ujar Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2019), dikutip dari Kompas.com.
Fadli sudah menyampaikan berkali-kali bahwa makar merupakan upaya menjatuhkan pemerintahan yang sah dengan kekerasan.
Jika hanya sebatas kritik atau ucapan, tidak bisa dikategorikan sebagai makar.
Baca: Kivlan Zen Minta Tunda Pemeriksaan Hingga 29 Mei, Ini Alasannya
Baca: Polri Akan Periksa Kivlan Zen sebagai Tersangka Kasus Makar
Dia merasa miris jika pasal makar ini terus menerus digunakan untuk memenjarakan seseorang.
"Penggunaan pasal makar ini kalau diteruskan itu menjadikan Indonesia bukan lagi negara demokrasi," ujar Fadli.
(Tribunnews.com/Citra Anastasia/Kompas.com/Devina Halim/Sabrina Asril/Jessi Carina)