Sofyan tak banyak bicara terkait materi pemeriksaannya saat tiba di gedung KPK.
"Assalamualaikum, selamat puasa," ucap Sofyan singkat sembari menutupi tangannya yang terborgol sebelum masuk ke dalam Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (31/5/2019).
Keterlibatan Sofyan berawal ketika direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PLN surat pada Oktober 2015.
Surat itu pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek ke Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Surat itu tak ditanggapi. Pemilik saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1.
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri mantan Anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, Sofyan dan Johannes.
Namun demikian, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-1. Alasannya mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.
Padahal, saat itu Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit.
PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.
Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan Power Purchase Agreement (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources (BNR) dan China Huadian Engineering Co (CHEC).
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis.
Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Tribun Network/ham)