TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan mantan Kapolda Metro Jaya Komjen (Purn) Sofyan Jacob sebagai tersangka kasus dugaan makar.
Wakil Ketua BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Mardani Ali Sera menyarankan agar polisi memakai pendekatan kerukunan dalam menyelidiki kasus dugaan makar.
"Polisi punya hak dan wewenang untuk menetapkan tersangka. Namun, dalam kondisi sosial masyarakat yang terbelah akibat Pilpres 2019, baik jika dikedepankan pendekatan kerukunan," ujar Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini kepada Tribunnews.com, Rabu (12/6/2019).
Menurut wakil ketua Komisi II DPR RI ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberi contoh memberi statemen yang mengedepankan membangun kerukunan.
Baiknya, teladan Jokowi juga diikuti oleh aparat kepolisian dalam menangani dugaan makar.
Karena imbuh dia, wajar dalam kompetisi pilpres yang diikuti dua pasangan calon tensi politik menjadi tinggi.
Polisi Kantongi Bukti
Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan mantan Kapolda Metro Jaya Komjen (Purn) Sofyan Jacob sebagai tersangka kasus dugaan makar berdasarkan barang bukti berupa video.
Dalam video tersebut, Sofyan diduga menyuarakan upaya makar.
"Ada ucapan (makar) dalam bentuk video, kan, kita sudah gelar perkara dan berdasarkan hasil gelar perkara itu, statusnya (Sofyan Jacob) dinaikkan menjadi tersangka," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (11/6/2019).
Kendati demikian, Argo tak merinci ucapan makar yang disuarakan Sofyan tersebut.
"Saya enggak lihat videonya, tentunya penyidik sudah lebih paham. Namanya sudah ditetapkan sebagai tersangka, berarti sudah memenuhi unsur (dugaan makar)," ucapnya.
Sofyan dilaporkan bersamaan dengan kasus dugaan makar Eggi Sudjana beberapa waktu lalu ke Bareskrim Mabes Polri.
Namun, kasus Eggi diproses lebih cepat sehingga Eggi lebih dulu jadi tersangka dibanding Sofyan.
Sofyan disangka telah melanggar Pasal 107 KUHP dan atau 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP dan atau Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.
Dia diduga melakukan kejahatan terhadap keamanan negara atau makar, menyiarkan suatu berita yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat, atau menyiarkan kabar yang tidak pasti.(*)