Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy atau Romy tidak menyangkal Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin terlibat dalam kasus suap jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag).
Romahurmuziy yang kini menyandang status tersangka suap jual beli jabatan di Kemenag mengatakan Lukman sebagai Menteri Agama yang berwenang untuk menerbitkan surat keputusan (SK) jabatan di Kemenag.
"Yang punya kewenangan menerbitkan SK kan Menteri Agama. Jadi kalau mau menyatakan terlibat atau tidak justru pertanyaannya yang salah. Memang yang punya SK kan Menteri Agama," tutur Romahurmuziy usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2019).
Baca: LPSK Dengar Informasi Seorang Hakim MK Dapat Ancaman
Baca: Irfan Jaya Dipanggil ke Timnas Indonesia untuk Gantikan Ramdani Lestaluhu, Sayangnya
Baca: Timnas Indonesia Tak Boleh Lengah Hadapi Vanuatu
Kata Romahurmuziy yang menerbitkan SK untuk Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin adalah kewenangan Menteri Lukman.
Romahurmuziy mengaku sebagai pihak yang mengusulkan nama Haris dan Muafaq kepada Menteri Lukman.
Menurutnya, hal itu berdasarkan aspirasi yang diterima dari masyarakat.
"Nama-nama itu saya usulkan ke Pak Menteri sebagai kewajiban saya sebagai anggota DPR dan ada nama yang kebetulan berkesesuaian apa yang kemudian akhirnya diputuskan Pak Menteri, ada juga yang ditolak dan tidak sedikit," ungkap Romahurmuziy yang mengenakan kemeja batik krem bercorak cokelat dilapis rompi tahanan KPK warna oranye.
Dalam persidangan terdakwa Haris terungkap fakta baru terkait peran Menteri Lukman dalam skandal seleksi jabatan tinggi tersebut. Lukman disebut sebagai 'otak' pelantikan Haris yang cacat administrasi.
Baca: Tujuh Pencuri Motor dan Sepeda Gunung di Tuban Ditembak Kakinya
Baca: Suami Gadaikan Istri Rp 250 Juta, Istri Menikah Siri dengan Si Pemberi Hutang & Bantah Jadi Jaminan
Sekertaris Jenderal Kemenag Nur Kholis yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang menyebut jika Menteri Lukman bersikeras memerintahkan panitia seleksi jabatan untuk segera meloloskan Haris. Lukman disebut siap pasang badan atas pelantikan tersebut.
Tak hanya Haris Hasanuddin, Nur Kholis selaku ketua panitia seleksi juga dipaksa Lukman untuk meloloskan Muafaq sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik. Padahal, pelantikan kedua pejabat ini maladministrasi atau cacat.
Nama Lukman kerap disebut ikut terlibat dalam kasus ini. Lukman diduga menerima aliran uang dari sejumlah pihak terkait proses seleksi jabatan di Kemenag.
Penerimaan uang ini diakui Lukman dan sudah dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK.
Namun, pelaporan gratifikasi itu ditolak karena perkara suap jual beli jabatan di Kemenag sudah naik ke tahap penyidikan.
Dalam kasus ini, Haris dan Muafaq Wirahadi diduga telah menyuap mantan Romy.
Suap diberikan agar Romy mengatur proses seleksi jabatan untuk kedua penyuap tersebut.
Para penyuap Romy kini sudah jalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sementara Romy masih penyidikan.
Hal tersebut dikarenakan kesehatan Romy kerap terganggu. Dia sempat tiga kali dibantarkan tahanannya karena gangguan kesehatannya.
Romy selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin selaku penyuap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Muafaq juga dijerat Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK kantongi bukti
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan punya bukti kuat adanya aliran dana ke Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag).
Aliran dana ini bakal dibeberkan KPK dalam proses persidangan.
"Di dakwaan kami sudah susun sedemikian rupa dan sebut siapa saja pihak-pihak yang terkait di sana, nanti satu per satu akan dibuktikan dalam proses persidangan," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (11/6/2019).
Diketahui, dalam surat dakwaan terhadap Kakanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin disebutkan Lukman sebagai salah satu pihak yang turut kecipratan aliran dana jual beli jabatan di Kemenag. Lukman disebut menerima Rp 70 juta yang diberikan secara bertahap masing-masing Rp 50 juta dan Rp 20 juta.
Baca: Cara Mudah Login Pendaftaran SBMPTN 2019 dan Panduan Lengkap Pilih Prodi Favoritmu di PTN, Lancar!
Baca: Soal Pembubaran Koalisi, Andre Rosiade Soroti Kursi Menteri di Reshuffle Kabinet
Baca: IPW Desak Mabes Polri Tahan Mantan Kapolda Metro Jaya terkait Kasus Makar
Baca: Mendagri: Membangun Etos Kerja, Kedisiplinan Adalah Kunci
Lukman membantah menerima uang tersebut. Lukman mengklaim dirinya maupun ajudan dan petugas protokol yang mendampingi tidak pernah menerima Rp 50 juta yang disebut diberikan Haris di Hotel Mercure Surabaya pada 1 Maret 2019.
Lukman juga membantah menerima uang Rp 20 juta yang disebut dalam surat dakwaan diberikan Haris saat bertemu di Tebu Ireng, Jombang pada 9 Maret.
Lukman hanya menyebut Haris memberikan uang Rp 10 juta kepada ajudannya dengan alasan tambahan honorarium. Namun, uang tersebut baru diketahui Lukman setelah tiba di Jakarta. Pemberian uang tersebut pun telah dilaporkan dan dikembalikan Lukman kepada KPK.
Menanggapi hal ini, KPK tak ambil pusing dengan bantahan Lukman. KPK meyakini telah mengantongi bukti dan informasi yang kuat adanya pemberian uang kepada politikus PPP tersebut.
"Kalau bantahan kan sering ya kita dengar. Banyak pihak yang pernah ditangani KPK baik tersangka ataupun saksi itu kadang-kadang membantah keterangan-keterangan, silakan saja. Yang pasti tentu kami sudah punya informasi yang kami pandang cukup sampai kemudian JPU menuangkan itu ke dalam dakwaan," tegas Febri.
Bahkan untuk memperkuat bukti dugaan ini, KPK bakal menghadirkan Lukman dalam proses persidangan. Termasuk, menghadirkan saksi dan bukti lain yang memperkuat aliran uang untuk Lukman.
"Tentu Menag juga akan dihadirkan sebagai saksi atau pihak-pihak lain atau bukti-bukti lain di mana KPK bisa menyimpulkan ada dugaan penerimaan uang itu tentu juga akan dihadirkan di persidangan," kata Febri.
Tak hanya Rp 70 juta, Lukman juga diduga menerima uang lainnya. Saat ini, KPK masih mendalami uang Rp 180 juta USD 30.000 yang disita tim penyidik KPK saat menggeledah ruang kerja Lukman Hakim beberapa waktu lalu. KPK meyakini uang ratusan juta tersebut terkait dengan jual beli jabatan. Untuk itu, Febri memastikan, KPK bakal membeberkan asal usul uang ratusan juta di laci ruang kerja Lukman dalam proses persidangan.
"Itu nanti akan dibuka di persidangan saya kira karena itu kan bagian dari uang atau benda yang kami sita dalam proses penyidikan tapi sejauh ini semua benda yang disita termasuk uang yang kami temukan di laci meja kerja Menag pada saat itu tentu diduga terkait dengan pokok perkara atau penangananan perkara ini, bisa saja itu nanti itu bagian dari proses pembuktian. Apakah nanti akan ada pengembangan atau tidak itu lain hal ya, nanti kita lihat di proses persidangan," ujar Febri.
Diberitakan, Jaksa KPK mendakwa Kakanwil Kemenag Jawa Timur, Haris Hasanuddin telah menyuap Romahurmuziy alias Romy selaku anggota DPR sekaligus Ketua Umum PPP, dan Lukman Hakim Saifuddin selaku Menag. Suap sebesar Rp 325 juta itu diberikan Haris kepada Romy dan Lukman agar lolos seleksi dan dilantik sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
Jaksa menyatakan, Romy dan Lukman berperan mengintervensi proses pengangkatan Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur. Padahal, Haris pernah dijatuhi sanksi disiplin.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Haris Hasanuddin didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP.