News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jokowi: Sistem Zonasi PPDB Banyak Masalah yang Perlu Dievaluasi

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah siswa dan orangtua murid antre saat akan mengikuti seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMAN 1 Depok, Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (18/6/2019). Sistem PPDB Jawa Barat dengan mekanisme berdasarkan sistem jalur zonasi atau pemetaan wilayah sebanyak 90 persen, jalur prestasi lima persen dan jalur perpindahan orang tua wali lima persen tersebut, berlangsung dari tanggal 17-22 Juni 2019.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta wartawan untuk menanyakan langsung permasalahan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy.

Jokowi mengatakan, di lapangan memang banyak masalah yang mesti dievaluasi.

"Tanyakan pada Menteri Pendidikan. Memang di lapangan banyak masalah yang perlu dievaluasi, tapi (masalah PPDB) tanyakan kepada Menteri Pendidikan," kata Jokowi saat ditanyai awak media usai menyerahkan sertifikat tanah kepada warga di GOR Tri Dharma, Gresik, Jawa Timur, Kamis (20/6/2019).

Jokowi tidak menutupi memang banyak permasalahan yang perlu dievaluasi dari penerapan sistem zonasi di PPDB pada tahun ajaran kali ini dibanding dengan sebelumnya.

Sebelumnya, Mendikbud Muhadjir sudah menjelaskan alasan dipilihnya sistem zonasi PPDB untuk tahun ajaran kali ini, yakni harapan akan pemerataan pendidikan di Indonesia.

Zonasi mensyaratkan, peserta didik lebih baik memilih SMA/SMK di sekolah yang letaknya dekat pada kediaman.

Calon siswa, tidak perlu memburu sekolah favorit yang lokasinya jauh dari rumah.

Loket Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi, di SMPN 3 Tulungagung, Kamis (20/6/2019). (TRIBUNMADURA/DAVID YOHANES)

Namun, para wali murid di sejumlah daerah protes serta tidak menerima kehadiran sistem zonasi, lantaran dianggap merugikan dan tidak menghargai capaian akademik yang telah siswa dapatkan.

Dikutip dari laman resmi berita Kemendikbud, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, sejak tahun 2017, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kebijakan zonasi dalam sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Mengapa zonasi?

"Melalui zonasi pemerintah ingin melakukan reformasi sekolah secara menyeluruh. Target kita bukan hanya pemerataan akses pada layanan pendidikan saja, tetapi juga pemerataan kualitas pendidikan," ujar Mendikbud.

Zonasi merupakan salah satu strategi percepatan pemerataan pendidikan yang berkualitas.

Kebijakan zonasi diambil sebagai respons atas terjadinya "kasta" dalam sistem pendidikan yang selama ini ada karena dilakukannya seleksi kualitas calon peserta didik dalam penerimaan peserta didik baru.

"Tidak boleh ada favoritisme. Pola pikir 'kastanisasi' dan 'favoritisme' dalam pendidikan semacam itu harus kita ubah. Seleksi dalam zonasi dibolehkan hanya untuk penempatan (placement)," ujar Muhadjir.

Penentuan zonasi didasarkan pada wilayah administrasi kelurahan atau desa tempat tinggal siswa/i.
Pada pelaksanaannya, penentuan zonasi ditentukan pada domisili siswa/i dengan mengacu pada Nomor Induk Kependudukan (NIK) masing-masing peserta yang ada pada Kartu Keluarga (KK) orangtua/wali.

Hapus Surat Miskin

Peraturan baru PPDB 2019 tersebut dituang dalam Peraturan Mendikbud No. 51 Tahun 2018 tentang PPDB. Sistem Zonasi yang sudah diterapkan sejak 2018 semakin ketat.

Sistem zonasi dalam PPDB bertujuan mempercepat pemerataan layanan dan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia dan mendekatkan anak dengan lingkungan sekolahnya.

Zonasi menjadi basis data dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan peta sebaran distribusi guru, ketersediaan sarana prasarana dan fasilitas sekolah, termasuk wajar (wajib belajar) 12 tahun.

Sistem zonasi mempermudah pemerintah pusat dan daerah untuk memetakan dan memberikan intervensi pendidikan, baik terkait fasilitas sekolah, metode pembelajaran, maupun kualitas dan distribusi guru, sehingga dapat mempercepat pemerataan mutu pendidikan di seluruh daerah.

Sistem zonasi penerimaan siswa/i menggunakan tiga jalur, yakni jalur zonasi (minimal 90 persen, termasuk siswa tidak mampu dan disabilitas), jalur prestasi (maksimal 5 persen), dan jalur perpindahan orang tua (maksimal 5 persen).

"Sekolah wajib menerapkan PPDB berbasis zonasi untuk 90 persen dari siswa baru. Jalur prestasi akademik dan non-akademik memliki kuota tersendiri yaitu 5 persen. Dapat pula dipakai untuk kuota 5 persen sisanya bagi pelajar mendaftar ke sekolah di luar zona mereka," kata Mendikbud, Muhadjir Effendy beberapa dikutip dari Kompas.com beberapa waktu lalu.

Syarat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 adalah jarak dari rumah ke sekolah, bukan nilai rapor dan ujian nasional.

Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi Chatarina Girsang menyebutkan nilai rapor dan ujian nasional dapat digunakan bila tersisa satu kursi di sekolah, sementara yang mendaftar lebih dari satu orang.

Sejumlah siswa dan orangtua murid antre saat akan mengikuti seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMAN 1 Depok, Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (18/6/2019). Sistem PPDB Jawa Barat dengan mekanisme berdasarkan sistem jalur zonasi atau pemetaan wilayah sebanyak 90 persen, jalur prestasi lima persen dan jalur perpindahan orang tua wali lima persen tersebut, berlangsung dari tanggal 17-22 Juni 2019. ((ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA))

Ia mengatakan sekolah dapat memilih siswa dengan nilai UN atau rapor lebih tinggi.

"Akan tetapi, sekolah tidak bisa menentukan batas minimal nilai UN dan rapor dalam melakukan seleksi," katanya.

Sistem zonasi bertujuan mendobrak mental "sekolah favorit" yang sudah lama terpatri di masyarakat.

Semua sekolah harus memiliki mutu pendidikan yang baik agar semua anak bisa bersekolah di tempat terdekat dan dijamin tidak mengalami diskriminasi dalam dunia pendidikan.

Peraturan baru PBDB 2019 tidak memberlakukan alias menghapus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang sempat menimbulkan polemik di beberapa daerah lantaran disalahgunakan.

Selanjutnya siswa dari keluarga tidak mampu tetap menggunakan jalur zonasi ditambah dengan program pemerintah pusat (KIP) atau pemerintah daerah untuk keluarga tidak mampu.

Kemudian, dalam PPDB 2018, domisili berdasarkan alamat Kartu Keluarga (KK) yang diterbitkan minimal 6 bulan sebelumnya.

Sedangkan dalam Permendikbud baru untuk PPDB 2019 didasarkan pada alamat KK yang diterbitkan minimal 1 tahun sebelumnya.

Untuk meningkatkan transparansi dan menghindari praktik jual-beli kursi, Permendikbud baru ini mewajibkan setiap sekolah peserta PPDB 2019 untuk mengumumkan jumlah daya tampung pada kelas 1 SD, kelas 7 SMP dan kelas 10 SMA/SMK sesuai dengan data rombongan belajar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Permendikbud sebelumnya belum mengatur secara detil perihal daya tampung ini hanya menyampaikan "daya tampung berdasarkan ketentuan peraturan perundangan (standar proses)".

Dalam aturan 2019, sekolah wajib memprioritaskan peserta didik yang memiliki KK atau surat keterangan domisili sesuai dengan satu wilayah asal (zonasi) yang sama dengan sekolah asal.

Hal ini untuk mengantisipasi surat domisili palsu atau 'bodong' yang dibuat jelang pelaksaan PPDB.

Unjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo menolak sistem zonasi PPDB, Rabu (19/6/2019). (TRIBUNJATIM.COM)

Terkait pemalsuan surat mutasi domisili maupun surat mutasi kerja, serta praktik jual-beli kursi, Mendikbud mengatakan akan menindak tegas hal ini karena sudah masuk dalam ranah pungli, pemalsuan, maupun penipuan.

"Bilamana terdapat unsur pidana seperti pemalsuan dokumen maupun praktik korupsi, maka Kemendikbud mendorong agar dapat dilanjutkan ke proses hukum," kata Mendikbud. (Tribun Network/sen/Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini