Inilah lima fakta terkait suhu dan cuaca dingin yang melanda sejumlah daerah di Indonesia. Munculnya embun beku hingga penjelasan BMKG.
TRIBUNNEWS.COM - Cuaca dingin melanda sejumlah wilayah di Indonesia.
Bahkan cuaca dingin yang saat ini tengah terjadi diklaim lebih dingin dari hari biasanya.
Saking dinginnya, di sejumlah dataran tinggi, misalnya Dieng dan Bromo muncul fenomena embun beku.
Lantas, apa kata BMKG mengenai fenomena ini?
Baca: Dingin Hingga 14 Derajat Celsius, Malang Mengulangi Kembali Suhu 20 Tahun yang Lalu
Baca: Suhu di Bandung Raya Terasa Lebih Dingin dari Biasanya, Ini Penjelasan BMKG
Berikut sejumlah fakta terkait suhu dan cuaca dingin yang tengah melanda sejumlah wilayah di Indonesia.
1. Muncul embun beku di Dieng
Suhu udara di kawasan Dieng, Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, Jawa Tengah mencapai di bawah 0 derajat celcius.
Hal ini mengakibatkan munculnya fenomena embun yang membeku atau yang oleh warga lokal disebut bun upas, sejak beberapa hari lalu.
Menurut Kepala Unit Pengelola Teknis (UPT) Pengelolaan Obyek Wisata Banjarnegara, Aryadi Darwanto, suhu udara kali ini merupakan yang terdingin pada 2019.
Tahun lalu suhu udara terdingin mencapai minus 7 derajat celsius.
"Ini suhu udara terendah di tahun ini. Kalau tahun sebelumnya pernah sampai minus 7 derajat celsius," kata Aryadi, dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Aryadi mengatakan, suhu udara mulai menurun Sabtu dini hari.
Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan termometer, suhu udara pada saat itu mencapai 2 derajat celsius.
"Dini hari tadi saya ukur sudah minus 2 derajat celsius. Kemudian pagi harinya saya ukur lagi jadi 5 derajat celsius," ujar Aryadi.
2. Diprediksi muncul hingga Oktober
Munculnya embun beku atau bun upas di Dieng memang sudah biasa terjadi, terlebih pada saat musim kemarau seperti sekarang ini.
Masih kata Aryadi, munculnya embun beku diprediksi terjadi hingga Septembe atau Oktober dengan puncaknya kemungkinan pada Agustus.
Meski demikian, fenomena embun beku justru jadi daya tarik bagi mereka yang tengah berwisata di Dieng.
Mereka akan berburu fenonema langka tersebut, satu di antaranya di pelataran Candi Arjuna, tepatnya di lapangan sebelah timur candi.
"Pagi ini suhu di sekitar Candi minus 2 derajat celsius."
"Kebetulan wisatawan sudah tahu (kemunculan fenomena tersebut), tadi pagi sudah banyak yang datang," kata Aryadi.
3. Embun beku juga muncul di kawasan Gunung Bromo-Semeru
Fenomena serupa juga terjadi kawasan Taman Nasional Tengger, Bromo, dan Semeru (TNBTS) di Jawa Timur.
Sama seperti di Dieng, embun beku di TNBTS terjadi karena cuaca sangat dingin, bahkan mencapai di bawah 0 derajat celcius
Kepala Sub Bagian Data Evaluasi Pelaporan dan Humas TNBTS, Sarif Hidayat mengatakan, embun beku muncul di kawasan Ranupani atau jalur pendakian menuju Puncak Gunung Semeru.
Selain itu, juga terjadi Cemoro Lawang, Lautan Pasir Gunung Bromo, dan kawasan Bukit Penanjakan.
Sarif menjelaskan, embun beku pertama kali muncul di Ranupani pada 16 Juni lalu.
Suhu di kawasan itu mencapai rata-rata 2 hingga 8 derajat celcius.
Sementara di Cemoro Lawang dan Lautan Pasir Gunung Bromo terdeteksi pada 17 Juni.
Suhu di kawasan itu berkisar pada 10 hingga 12 derajat celsius pada siang hari.
Sementara embun beku di kawasan Penanjakan terdeteksi pada 18 Juni.
Suhu di kawasan Penanjakan mencapai 5 hingga 10 derajat celsius.
4. Iklim di Malang kembali ke 20 tahun lalu
Selain di Bromo, Semeru, Dieng, suhu Malang juga lebih dingin dari biasanya.
Rata-rata suhu mencapai 16 derajat celsius, tapi saat ini menyentuh 15,6 derajat celsius.
Suhu dingin itu dirasakan saat malam hingga pagi hari.
Kepala Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Karangploso, Kabupaten Malang, Aminudin menilai, iklim di area Malang kembali seperti iklim pada 20 tahun lalu.
Hal itu dilihat dari suhu terendah saat musim kemarau.
Aminudin mengatakan, Stasiun Klimatologi Karangploso pernah mencatat suhu terendah 14 derajat celsius sekitar 20 tahun lalu.
Setelah itu, suhu terendah saat musim kemarau tidak pernah sedingin itu.
Pada musim kemarau tahun ini, pihaknya mencatat suhu terendah 15,6 derajat celsius.
Padahal, puncak musim kemarau diprediksi masih akan terjadi pada Agustus, di mana cuaca akan terasa lebih dingin lagi.
"Beberapa hari lalu 15,6 derajat celsius tercatat di Karangploso. Bahkan pernah di Karangploso tercatat sekitar 14 derajat celsius," katanya.
5. Penjelasan BMKG
Fenomena suhu yang lebih dingin dari biasanya juga melanda wilayah Yogyakarta dan Bandung.
Kepala Unit Analisa dan Prakiraan Cuaca BMKG Staklim Yogyakarta, Sigit Hadi Prakosa mengatakan, ada tiga penyebab udara dingin yang terjadi beberapa waktu belakangan ini.
Pertama, adanya pengaruh atau dampak angin monsoon Australia di mana udaranya dingin dan kering.
"Angin yang bertiup melewati Indonesia ini juga disebut sebagai Monsoon Dingin Australia," jelas Sigit, dikutip Tribunnews.com dari Tribun Jogja.
Sedikitnya awan juga jadi penyebab kenapa suhu lebih dingin.
Sebab, bila biasanya sinar Matahari yang masuk ke Bumi bisa tertahan oleh awan, kali ini terbuang kembali ke luar angkasa.
Akibatnya, panas yang biasanya juga tertahan turut hilang.
Selain itu, saat ini, sejumlah wilayah juga mulai memasuki musim kemarau sehingga kandungan air di dalam tanah dan di udara menjadi rendah.
Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara, menyebabkan suhu dingin yang kering.
Hal senada juga disampaikan peneliti cuaca dan Iklim BMKG Provinsi Jawa Barat, Muhamad Iid Mujtahiddin.
Mujtahiddin menyebut, suhu dingin yang terjadi di Bandung atau Jawa Barat seperti ini merupakan fenomena wajar sebagai penanda datangnya musim kemarau.
"Berdasarkan pantauan alat pengukur suhu udara, tercatat selama Juni 2019, suhu udara terendah tercatat sebesar 17 derajat celcius pada Jumat (21/6/2019)," kata Muhamad Iid dikutip Tribunnews.com dari Tribun Jabar.
Selain karena pengaruh angin monsoon Australia, saat ini, benua Kanguru itu mengalami musim dingin dengan puncaknya terjadi pada Juli, Agustus, dan September.
"Sehingga suhunya relatif lebih dingin dibandingkam musim hujan," ujar Muhamad Iid.
Suhu dingin saat ini juga dipengaruhi dengan masih adanya kelembapan pada ketinggian permukaan hingga 1,5 kilometer di atas permukaan laut.
Hal itu menyebabkan pada sore hari masih terlihat adanya pembentukan awan.
"Akan tetapi pada ketinggian tiga kilometer di atas permukaan laut yang relatif kering, sehingga potensi awan yang terbentuk untuk terjadi hujan relatif kecil."
"Dan dampaknya kondisi kelembapan pada malam hingga pagi hari menambah kondisi suhu udara menjadi dingin," ujar Iid.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Yongky Yulius/Alexander Ermando/Siti Umaiyah) (Kompas.com/Fadlan/Andi Hartik)