Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai masyarakat tidak perlu terlalu serius menanggapi Pemilu Serentak 2019.
Khususnya dalam menyikapi tagar-tagar profokatif yang beredar luas di media sosial.
"Saya tipikal orang yang memaknai apapun biasa-biasa saja, termasuk pemilu. Karena, pertama nyaris di Indonesia tidak ada permusuhan sesungguhnya dalam politik. Contohnya 2009, SBY dilawan hampir semua parpol. Setelah SBY menang, parpol anti SBY merapat," kata Adi Prayitno dalam sebuah diskusi publik bertema : Pemberdayaan Media Massa dan Masyarakat dalam Memelihara Persatuan dan Keamanan Pasca Pemilu 2019, Selasa (25/6/2019) di Jalan RS Fatmawati Raya no 12, Jakarta Selatan.
Adi Prayitno yang juga Dosen Fisip UIN Jakarta turut menyoroti banyak pihak yang meributkan Pemilu.
Baca: TKN Berencana Laporkan Saksi Tim Hukum 02 yang Diduga Memberikan Kesaksian Palsu
Bahkan di suatu daerah, ada makam yang dibongkar karena beda pilihan.
"Ada makam dibongkar, kan aneh. Ribut-ribut seakan-akan pemilu jalan menuju surga. Tapi di level elite mereka sudah selesai," katanya.
"Saya orang yang tidak terlampau serius memaknai politik, tidak perlu serius-serius amat kecuali kebagian proyek. Pemilu ini gaduh, karena orang anggap pemilu jalan masuk surga," tambah Adi Prayitno.
DPT bermasalah
Anggota tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Denny Indrayana menegaskan bahwa daftar pemilih tetap (DPT) bisa menjadi dasar untuk membatalkan hasil Pemilu 2019.
Denny Indrayana mengatakan saksi ahli yang dihadirkan pihaknya dalam sengketa hasil Pilpres 2019 yakni Jaswar Koto menemukan ada 27 juta pemilih bermasalah melalui metode forensik teknologi informasi (IT).
“Melalui forensik itu BPN menemukan 27 pemilih bermasalah di antaranya berupa NIK (nomor induk kependudukan) ganda, rekayasa kecamatan hingga pemilih di bawah umur. Secara teori kepemiluan kalau DPT tidak beres bisa menjadi dasar pembatalan hasil Pemilu. Itu yang kita minta,” ungkap Denny Indrayana dalam diskusi ‘Nalar Konstitusi Progresif Versus Nalar Kalkulator’ di posko BPN, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).
Denny Indrayana mengatakan jumlah DPT bermasalah tersebut telah melalui proses verifikasi ulang dan sudah dikirimkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam bentuk dokumen sebanyak dua truk.
Ia menegaskan dalam persidangan pihak KPU RI sebagai pemohon pun tak mampu menyanggah adanya masalah dalam DPT.