TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan terhadap bintang film Indonesia 80-an, Inneke Koesherawati.
Inneke akan memberikan kesaksian atas kasus suap terkait pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P 2016 untuk Bakamla (Badan Keamanan Laut) RI.
"Yang bersangkutan akan diperiksa untuk tersangka PT Merial Esa," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (1/7/2019).
Selain Inneke, penyidik KPK juga akan memeriksa beberapa saksi lainnya untuk PT Merial Esa, yaitu Direktur Utama PT Merial Esa Syukri Gunawan, dua wiraswasta Danang Sriradityo Hutomo dan Siti Sriyati Mutiah, satu unsur swasta atas nama Atras Mafazi. Penyidik KPK juga bakal memeriksa PT Merial Esa sebagai tersangka.
PT Merial Esa merupakan tersangka kedelapan dalam perkara ini. Perusahaan tersebut merupakan milik Fahmi Darmawansyah, suami Inneke.
Baca: KPK Bekukan Uang Rp 60 Miliar yang Berasal dari Rekening Perusahaan Milik Suami Inneke
Baca: Curhatan Inneke Koesherawati Gantikan Tugas sang Suami yang Masih Mendekam di Penjara
Baca: Suami Inneke Koesherawati Sebut Sekali Pakai Tarif Bilik Asmara Rp 650 Ribu
Arti Hujjatul Islam, Gelar yang Diberikan kepada Imam Al Ghazali dan Ibnu Taimiyah Ulama Besar Islam
Soal Bahasa Inggris Kelas 7 SMP Kurikulum Merdeka, Chapter 2 Unit 1 My Favorite Food Halaman 59 - 60
KPK juga telah membekukan uang senilai Rp60 miliar yang berada di rekening yang terkait dengan PT Merial Esa. Pembekuan uang tersebut merupakan bagian dari upaya KPK mengejar keuntungan yang diperoleh PT Merial Esa dalam menggarap proyek satelit monitoring di Bakamla.
Proyek itu diperoleh PT Merial Esa yang dimiliki Fahmi Darmawansyah, suami dari Inneke dengan menyuap mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar Fayakhun Andriadi untuk mengurus anggaran di DPR. KPK menduga, PT Merial Esa menggunakan bendera PT Melati Technofo Indonesia yang juga milik Fahmi untuk menggarap proyek satelit monitoring Bakamla.
Diketahui, KPK menetapkan PT Merial Esa sebagai tersangka kasus dugaan suap proses pembahasan dan pengesahan anggaran pada Bakamla untuk proyek pengadaan satelit monitoring dan drone dalam APBN-P 2016.
Dalam kasus ini, PT Merial Esa diduga secara bersama-sama memberikan serta menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait proses pembahasan dan pengesahan anggaran dalam APBN-P 2016 untuk Bakamla RI. Komisaris PT Merial Esa Erwin Sya'af Arief diduga berkomunikasi dengan Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Fayakhun Andriadi untuk mengupayakan agar proyek satelit monitoring di Bakamla masuk dalam APBN-P 2016.
Erwin menjanjikan fee tambahan untuk Fayakhun Andriadi jika berhasil meloloskan permintaannya. Total komitmen fee dalam proyek ini yaitu 7 persen dan 1 persen di antaranya diperuntukkan untuk Fayakhun Andriadi.
Sebagai realisasi commitment fee, Fahmi Darmawansyah, Direktur PT Merial Esa saat itu memberikan uang kepada Fayakhun Andriadi sebesar USD911.480 atau setara sekitar Rp12 miliar yang dikirim secara bertahap sebanyak empat kali melalui rekening dari Singapura dan Guangzhou Tiongkok.
Proses pemberian suap ini diduga dilakukan oleh orang-orang berdasarkan hubungan kerja ataupun hubungan lain di PT Merial Esa yang bertindak dalam lingkungan korporasi. PT Merial Esa merupakan korporasi yang disiapkan akan mengerjakan proyek satelit monitoring di Bakamla setelah dianggarkan dalam APBN-P tahun 2016.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, PT Merial Esa disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
PT Merial Esa yang dimiliki Fahmi Darmawansyah, suami artis Inneke Koesherawati merupakan tersangka ke delapan terkait kasus ini. Fahmi sendiri telah divonis bersalah dan dihukum 2 tahun 8 bulan pidana penjara dan denda Rp150 juta.
Enam pihak lainnya yang dijerat terkait kasus ini, yaitu Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi yang dihukum 4 tahun 3 bulan pidana penjara dan denda Rp200 juta, Kabiro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan dihukum 4 tahun pidana penjara dan denda Rp200 juta. Dua anak buah Fahmi, yakni M. Adami Okta dan Hardy Stefanus dihukum masing-masing 1 tahun 6 bulan pidana penjara dan denda Rp100 juta.
Sementara Fayakhun dihukum 8 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar serta hak politiknya dicabut selama 5 tahun setelah menjalani masa hukuman pokok. Satu pihak lainnya yang dijerat KPK terkait kasus ini, yakni Erwin Sya'af Arief masih dalam proses penyidikan.
Kasus Suap di Bakamla
Dalam proses penyidikan dengan tersangka korporasi PT Merial Esa (PT ME), KPK telah membekukan uang sekitar Rp 60 miliar yang berada di rekening yang terkait dengan PT ME.
Sekadar informasi, PT ME ditersangkakan KPK dari hasil pengembangan kasus dugaan suap kepengurusan anggaran Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk proyek pengadaan satelit monitoring dan drone dalam APBN-P 2016.
PT ME yang merupakan perusahaan milik Fahmi Darmawansyah, suami dari artis Inneke Koesherawati, itu diduga membantu memberikan suap kepada Fayakhun Andriadi, selaku anggota DPR kala itu.
Suap kepada Fayakhun, diberikan oleh Fahmi Darmawansyah selaku pemilik PT ME.
"Pembekuan uang ini merupakan bagian dari upaya mengejar keuntungan yang diduga diperoleh tersangka sebagai akibat dari suap yang diberikan pada Fayakhun untuk mengurus anggaran di Bakamla," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (4/3/2019).
Baca: Curhatan Inneke Koesherawati Gantikan Tugas sang Suami yang Masih Mendekam di Penjara
Kata Febri, KPK menduga PT ME menggunakan bendera PT Melati Technofo Indonesia (PT MTI) yang mengerjakan proyek satelit monitoring di Bakamla. Diketahui Fahmi Darmawansyah merupakan bekas direktur utama PT MTI.
"Sehingga keuntungan yang tidak semestinya yang didapatkan korporasi akan kami upayakan semaksimal mungkin dikembalikan pada negara," katanya.
Komisi antirasuah pun berharap kasus PT ME ini menjadi pembelajaran bagi korporasi lain.
Karena menurut Febri, jika korporasi diproses, baik dalam kasus suap ataupun kerugian keuangan negara, maka KPK akan memproses keuntungan yang didapatkan akibat tindak pidana tersebut.
"Sehingga, akan lebih baik jika korporasi yang ada di Indonesia membangun sistem pencegahan korupsi dan memastikan tidak memberikan suap baik untuk mengurus anggaran, memenangkan tender ataupun memperoleh perizinan," imbaunya.
Diketahui, KPK menetapkan PT Merial Esa (PT ME) sebagai tersangka korporasi.
Perusahaan yang dipimpin Fahmi Darmawansyah, suami aktris Inneke Koesherawati itu dijerat dalam kasus dugaan suap kepengurusan anggaran Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk proyek pengadaan satelit monitoring dan drone dalam APBN-P 2016.
PT MR diduga secara bersama-sama atau membantu memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada anggota DPR Fayakhun Andriadi.
Pada April 2016, Direktur PT Rohde dan Scwarz Indonesia yang juga komisaris PT ME, Erwin Syaaf Arief menghubungi Fayakhun untuk mengupayakan agar proyek satelit monitoring di Bakamla dapat dianggarkan dalam APBN-P tahun 2016.
Total commitment fee dalam proyek ini adalah 7 persen, dengan 1 persen dari jumlah itu, diperuntukkan pada Fayakhun Andriadi.
Sebagai realisasi commitment fee, Fahmi Darmawansyah selaku Direktur PT ME memberikan uang setara Rp12 miliar sebanyak empat tahap melalui rekening di Singapura dan Cina.
Atas perbuatannya, PT ME disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP atau pasal 56 KUHP.