"Bahwa salah satu syarat pimpinan KPK sesuai UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela, tentu yang dimaksud tercela adalah perbuatan yang dianggap oleh hukum sebagai kejahatan pidana, pelanggaran etika profesi sebelumnya, ataupun lakukan tindakan yang tidak pantas menurut masyarakat," kata Yudi.
Untuk itulah, kata Yudi, penelusuran rekam jejak benar-benar harus serius dilakukan pansel. Itu sangat penting, supaya ke depan, KPK tidak tersandera oleh pihak-pihak atau oknum tertentu.
"Jangan sampai nanti pimpinan KPK yang dipilih merupakan pimpinan yang punya dosa masa lalu, sehingga tidak berani melangkah karena tersandera, yang mengakibatkan takut menangkapi koruptor, karena kekhawatiran akan terus diungkit-ungkit," ujar Yudi.
Wadah Pegawai KPK bahkan telah membentuk Tim Pengawalan Seleksi Calon Pimpinan KPK jilid V.
Tim ini terdiri atas para pegawai komisi antirasuah yang tugasnya nanti melakukan koordinasi, dan meminta masukan dari para ahli, koalisi masyarakat sipil, akademisi serta pemangku kepentingan lain.
Yudi mengungkapkan, pembentukan tim ini memiliki dua tujuan utama.
Pertama, menghimpun masukan dari para pegawai KPK soal kriteria pimpinan, serta mengusulkan arah KPK ke depannya.
Kedua, melakukan pemeriksaan yang mendetail mengenai rekam jejak calon pimpinan KPK dan mengawasi proses seleksi yang berlangsung.
Menurutnya, tujuan itu untuk mendorong hadirnya pimpinan KPK yang berintegritas dan independen. Wajah-wajah Capim KPK Jilid V yang terpilih pun akan membuktikan keseriusan Presiden Jokowi dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Independensi dan kerja KPK tidak dapat dipisahkan dari siapa pimpinan KPK terpilih. Presiden melalui Tim Pansel yang dibentuk olehnya harus menunjukkan komitmen antikorupsi melalui pemilihan pimpinan yang mempunyai rekam jejak bebas dari korupsi, independen serta tidak pernah melakukan upaya pelemahan KPK," ujar Yudi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana mengungkapkan, KPK sedang menangani kasus korupsi dengan skala politik dan nilai kerugian negara yang sangat besar.
Untuk itu, Pansel KPK mempunyai kewajiban agar pimpinan KPK ke depan tidak berupaya untuk menghambat penanganan beberapa kasus tersebut.
"Ambil contoh saja pada kasus korupsi e-KTP. Tak hanya itu, KPK juga sedang menangani kasus korupsi Bantuan Dana Likuiditas Bank Indonesia, yang mana diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun," katanya.