TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RM Karliansyah menegaskan, jika dibandingkan dengan baku mutu udara ambien nasional, yakni 65 μg/m3, maka, kualitas udara di Jakarta masih bagus dan sehat.
“Begitu juga apabila kualitas udara di Jakarta juga masuk kategori sedang,” ujar Karliansyah ketika memberikan keterangan pers di Kantor KLHK, Manggala Wanabhakti, Jumat (5/7) siang.
Lebih lanjut Dirjan Karliansyah menjelaskan, Jakarta, dari sistem yang kita bangun, pemantau polusi udara, itu rata-rata dari 1 Januari hingga 30 Juni 2019, rata-rata untuk PM 2,5 itu 31,49 ug/m3.
“Jadi, kalau kita kembali standarnya, masuk kategori sedang," katanya.
Karliansyah juga membandingkan kondisi udara Jakarta dengan negara-negara tetangga lainnya, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan China.
Menurut dia, Jakarta masih beruntung karena kondisi terburuknya hanya kurang sehat bagi kelompok rentan.
"Kita masih beruntung, di antara dua itu, dua itu dominan, bagus, sedang, kadang-kadang tidak sehat untuk kelompok rentan," ujarnya.
Sebelumnya, pihak Greenpeace Indonesia menyampaikan bahwa kualitas udara di Jakarta dalam kondisi emergency dan terburuk di dunia.
Hal tersebut diungkapkannya berdasarkan data Indeks Kualitas Udara (AQI) yang menunjukkan Jakarta dalam kategori kota tidak sehat dan sudah melebihi baku mutu udara ambien harian (konsentrasi PM 2,5 melebihi 65 micrograms per cubic meter.
Menanggapi hal itu, Karliansyah mengatakan, ada tiga titik selama rentang 19-27 Juni 2019 yang menunjukkan kualitas udara kurang bagus, tetapi datanya harus dilihat secara menyeluruh.
"Saya khawatir yang disampaikan itu data sesaat, bukan rata-rata. Kami akui, betul itu, tetapi dirata-ratakan," katanya.
Ia mengatakan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa mengatakan keadaan udara di Jakarta yang sesungguhnya. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Pertama, adalah alat pemantau kondisi udara harus dalam posisi statis (tidak bergerak) dan memang dirancang untuk memantau kondisi di luar ruangan.
Kedua, alat tersebut memiliki tinggi tiga meter di atas permukaan tanah serta berjarak minimal 20 meter dari jalan raya. Ketiga, semuanya harus dikalibrasi secara rutin.