TRIBUNNEWS.COM - Kasus pelanggaran UU ITE yang menjerat Baiq Nuril Maknun menjadi bahan pemberitaan media asing.
Sejumlah media asing menyoroti sistem penegakan hukum di Indonesia yuang dinilai tak adil.
Baiq Nuril yang menjadi korban pelecehan justru disangkakan pelanggaran pasal UU ITE lantaran merekam bukti percakapan yang dinilai sebagai konten asusila.
Misalnya saja media kenamaan Amerika Serikat Washington Post yang membuat artikel berjudul "Wanita Indonesia Perekam Telepon Mesum dari Bosnya Dipenjara, Sementara si Bos Melenggang Bebas".
Baca: Ketua DPR Yakin Presiden Dengar Kasus Baiq Nuril
Baca: Curhat Baiq Nuril Jika Bertemu Jokowi: Seorang Anak Mencari Keadilan pada Bapaknya
Baca: Baiq Nuril Ditanya Anak Saat Pakai Baju Tahanan: Ibu Kok Bajunya Seperti Penjahat yang di Televisi
Ada pula New York Times yang menulis judul "Karena Merekam Telepon Mesum si Bos, Nuril, bukan Bos-nya, akan Dipenjara" untuk artikelnya.
New York Times juga tampak memberikan sindiran pada penegakan hukum di Indonesia yang dinilai tak adil.
Tak mau kalah, Guardian juga menuliskan artikel yang berisi sindiran atas kasus Baiq Nuril ini.
Guardian memberitakan kasus Baiq Nuril ini dengan judul "Indonesia Penjarakan Guru yang Mendokumentasikan Pelecehan Seksual".
Sementara itu BBC menulis judul "Wanita Indonesia Dipenjara karena Membagikan Telepon Pelecehan Seksual Bos-nya" pada artikelnya.
Selain itu, Reuters tampak menulis artikel berisi sindiran keras pada Mahkamah Agung.
Reuters menulis artikel berisi kasus Baiq Nuril ini dengan judul "Pengadilan Tinggi Indonesia Memenjarakan Wanita yang Melaporkan Pelecehan Seksual".
Baca: Jokowi Berencana Beri Amnesti ke Baiq Nuril, PDIP: Bentuk Perhatian kepada Perempuan
Baca: Perjalanan Panjang Baiq Nuril Mencari Keadilan...
Baca: Sambil Menangis Baiq Nuril Ungkapkan Perasaannya soal Kasusnya: Saya Sudah Capek Sekali
Kasus Baiq Nuril
Kasus Baiq Nuril yang merupakan mantan pegawai honorer sebuah SMA, bermula saat dirinya sering mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh kepala sekolah tempatnya dulu bekerja, di tahun 2012.
Pelecehan tersebut dilakukan via telepon.
Baiq Nuril akhirnya memberanikan diri untuk merekam percakapan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah SMA tempatnya dulu bekerja, Muslim.
Namun, hal tersebut berbuntut pada kasus dugaan pelanggaran UU ITE.
SAFENet, lembaga yang mendampingi Baiq Nuril menjelaskan kronologi hingga ia terjerat kasus.
Melalui Twitternya, SAFENet menjelaskan pelecehan seksual yang dialami Baiq Nuril bukan hanya sekali.
Baca: Komisi III DPR Siap Pertimbangkan Amnesti Baiq Nuril
Baca: Baiq Nuril: Terima Kasih atas Dukungannya
Baca: Menkumham Susun Argumentasi Yuridis untuk Yakinkan Jokowi Beri Amnesti ke Baiq Nuril
Baiq Nuril sering kali menerima telepon dari Muslim yang bernada melecehkan.
Bahkan Baiq Nuril beberapa kali diajak menginap di hotel.
Ia tak berani melaporkan tindakan tersebut karena takut dipecat dari pekerjaannya.
Namun, pada telepon yang kesekian kalinya, Baiq Nuril memberanikan diri untuk merekam percakapan Muslim.
Dalam percakapan tersebut Muslim bercerita mengenai perselingkuhannya dengan bendahara sekolah.
Baiq Nuril menyimpan rekaman tersebut dan tidak menyebarluaskan.
Kemudian, rekan kerja Baiq Nuril, Imam Mudawin meminta rekaman tersebut dan menyebarkannya ke Dinas Pendidikan Kota Mataram dan lainnya.
Akhirnya, Muslim dimutasi dari jabatannya.
Namun, Muslim tersebut geram karena rekaman percakapannya tersebar.
Ia akhirnya melaporkan Baiq Nuril ke polisi.
Kasus tersebut akhirnya diproses di Pengadilan Negeri Mataram pada tahun 2017.
Baiq Nuril sempat ditahan pada akhir Maret 2017 sebelum akhirnya menjadi tahanan kota.
Dilansir dari Kompas.com, Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Baiq Nuril tidak bersalah.
Ia tidak terbukti menyebarkan percakapan tersebut.
Semua saksi ahli mengatakan jika tuduhan atas Baiq Nuril mentransfer, mendistribusikan, atau menyebarkan rekaman percakapan asusila sama sekali tidak terbukti.
Saksi juga mengatakan Baiq Nuril tidak bersalah sama sekali.
"Nuril diputuskan oleh PN Mataram tidak bersalah, tidak menyebarkan rekaman percakapan asusila sang kepala sekolah, Nuril adalah korban," ujar Joko Jumadi, kuasa hukum Baiq Nuril, Senin (12/11/2018), dikutip dari Kompas.com.
"Ia dinyatakan oleh PN Mataram tidak bersalah, tidak menyebarkan rekaman percakapan asusila sang kepala sekolah, Nuril adalah korban," tegas Joko.
Namun, saat itu jaksa mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA).
Pada 26 September 2018, Mahkamah Agung memutuskan Nurul bersalah melakukan tindakan pidana rekaman perbincangan perbuatan asusila kepala sekolahnya.
Baiq Nuril didakwa melakukan pelanggaran Pasal 27 Ayat 1 jo Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Selain diputus bersalah oleh MA, Nuril juga dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.
3 Januari 2019 pihak Baiq Nuril mengajukan Peninjauan kembali akan tetapi 4 Juli 2019, Mahkamah Agung (MA) menolak.
Sementara untuk saat ini pihak Baiq Nuril tengah memperjuangkan untuk mendapatkan Amnesti dari presiden.
(TribunWow.com/Ananda Putri/ Atri)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Media Asing Soroti Kasus Baiq Nuril, Sindir Penegakan Hukum di Indonesia yang Dinilai Tak Adil.