Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengatakan ada prosedur yang salah dari gugatan Prabowo-Sandiaga ke Mahkamah Agung soal kecurangan Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM).
Menurut Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar, pengajuan gugatan terkait TSM ke Mahkamah Agung baru dapat dilakukan bila sebuah perkara telah memiliki Surat Keputusan (SK) yang ditindaklanjuti oleh KPU RI.
Baca: Bawaslu Sampaikan Jawaban Mirip-Mirip Sikapi Gugatan Prabowo ke Mahkamah Agung
Sedangkan, gugatan yang dilayangkan Prabowo-Sandiaga ke MA, bukan berlandaskan pada SK hukum, melainkan hanya putusan pendahuluan saja.
"Itu baru MA dapat melakukan sebuah kajian ataupun memutus terhadap pokok perkaranya. Tetapi pada saat sebuah SK pembatalan itu tidak ada, maka MA tidak memiliki kompetensi untuk menyelesaikan permohonan tersebut," ungkap Fritz di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2019).
Bila prosedur tersebut tidak dilewati dengan benar, maka sesungguhnya gugatan TSM tidak daapt diajukan ke MA.
Terlebih, kata Fritz dugaan pelanggaran TSM merupakan domain penuh dari Bawaslu RI.
"Itu prosedurnya belum terjadi sehingga tidak dapat diajukan ke MA. Dan juga apabila ada pelanggaran TSM maka itu dibawa ke Bawaslu dan bukan ke MA," kata dia.
Dengan begitu, Bawaslu meyakini penuh bahwa dalil-dalil TSM yang digugat oleh Prabowo-Sandiaga akan kembali di tolak MA.
Fritz juga yakin MA akan seksama memperhatikan jawaban-jawaban Bawaslu yang sebelumnya sudah pernah disampaikan.
MA juga dipastikan bakal melihat kompetensi absolut mereka dalam menyelesaikan permohonan tersebut.
"Saya yakin MA akan memperhatikan jawaban-jawaban yang sudah kami sampaikan," ujar dia.
"Kami berpendapat di dalam jawaban kami bahwa terkait dengan TSM itu merupakan ranah yang diberikan oleh Undang-Undang untuk diselesaikan di Bawaslu, bukan diselesaikan oleh Mahkamah Agung," imbuhnya lagi.
Diketahui, Prabowo-Sandiaga mengajukan gugatan Pelanggaran Administratif Pemilu (PAP) ke Mahkamah Agung pada 3 Juli 2019 lalu dan telah tergister lewat nomor No.2 P/PAP/2019.
Permohonan kedua ini merupakan perbaikan atas permohonan PAP pertama yang tidak diterima oleh MA karena pada permohonan pertama, Pemohon dinilai tak memiliki legal standing untuk mengajukan hal tersebut ke ranah MA.
Sebab pada permohonan awal, pihak Pemohon adalah Djoko Santoso dan Ahmad Hanafi Rais. Majelis Hakim MA menilai permohonan seharusnya diajukan oleh Pemohon prinsipal yakni Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
Untuk itu mereka memperbaiki permohonan mereka dengan mengubah kuasa Pemohon atas nama Prabowo-Sandiaga.
Lebih lanjut, menurut Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Nicholay Aprilindo menjelaskan pengajuan PAP ke MA bukan sebagai tindak lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi pada 27 Juni 2019 lalu.
Baca: Gerindra Disarankan Gabung Koalisi Jokowi-Maruf Demi Persiapkan Pilpres 2024
Tetapi sebagai tindak lanjut atas perkara pelanggaran terstruktur sistematis dan masif yang diajukan ke Bawaslu tanggal 15 Mei 2019 lalu yang kemudian tidak ditindaklanjuti oleh KPU RI.
"Karena syarat formil pemohon sudah dipenuhi maka permohonan bisa diajukan kembali. Jadi bukan sebagai reaksi atas putusan MK," jelas dia