TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Nicholay Aprilindo dan Hidayat Bostam membantah isu pengajuan permohonan Pelanggaran Administratif Pemilu (PAP) ke Mahkamah Agung atau MA tak diketahui oleh pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Saat dihubungi, Nicholay mengatakan permohonan PAP itu sudah diterima oleh MA pada 3 Juli 2019 lalu dengan nomor register No.2 P/PAP/2019 di mana terdapat surat kuasa yang ditandatangani langsung oleh Prabowo dan Sandiaga di atas materai.
“Dalam Surat Kuasa No.01/P-S/V/2019 tertanggal 27 Juni 2019 yang ditandatangani langsung oleh Pak Prabowo dan Sandiaga Uno di atas materai itu disaksikan langsung pula oleh Hashim Djojohadikusumo selaku Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Jadi ini meluruskan isu yang keliru kalau pengajuan PAP ke MA ini tanpa sepengetahuan Prabowo-Sandi,” ungkap Nicholay di Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Baca: Mahfud MD: Menurut Saya Habib Rizieq Boleh Pulang, Harus Dipulangkan
Baca: Tentang Kasasi di MA, Kubu Prabowo-Sandi dan Kuasa Hukum Pecah Kongsi? Ini Fakta-faktanya
Nicholay menjelaskan bahwa permohonan PAP kedua itu merupakan perbaikan atas permohonan PAP pertama yang tidak diterima oleh MA karena pemohon pada permohonan pertama dinilai tak memiliki legal standing untuk mengajukan hal tersebut ke MA.
Ia menolak jika permohonan pertama itu disebut ditolak oleh MA seperti yang beredar di pemberitaan nasional saat ini.
“Pada permohonan pertama tidak diterima atau bahasa peradilannya NO (Niet Ontvankelijk Verklaard) pada tanggal 31 Mei 2019 dikarenakan adanya cacat formil yaitu Legal Standing dari Pemohon terdahulu Djoko Santoso dan Ahmad Hanafi Rais. Pemohon dinilai tak memiliki legal standing untuk mengajukan karena menurut MA seharusnya yang mengajukan adalah pemohon prinsipal yakni Prabowo-Sandi,” tegasnya.
“Karena syarat formil pemohon sudah dipenuhi maka permohonan bisa diajukan kembali,” imbuhnya.
Lebih lanjut Nicholay juga menjelaskan bahwa pengajuan PAP ke MA bukan sebagai tindak lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi pada 27 Juni 2019 lalu.
Tetapi sebagai tindak lanjut atas perkara pelanggaran terstruktur sistematis dan masif yang diajukan ke Bawaslu tanggal 15 Mei 2019 lalu yang kemudian tidak ditindaklanjuti oleh KPU RI.
“Oleh karena tak ada kepastian hukum atas putusan Bawaslu RI No.01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019 tanggal 15 Mei 2019 tersebut maka pemohon terdahulu yakni Djoko Santoso dan Hanafi Rais mengajukan permohonan PAP ke MA yang tidak diterima pada tanggal 26 Juni 2019 lalu.”
“Jadi bukan sebagai reaksi atas putusan MK,” pungkasnya.