TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Relawan Negeriku Indonesia Jaya (Ninja), C Suhadi mengapresiasi pertemuan Jokowi dan Prabowo Subianto yang dinilainya bercorak semangat 4 Pilar Kebangsaan.
Pasalnya, kedua tokoh ini sama-sama memiliki totalitas memperjuangkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi, kelompok atau golongan.
“Pimpinan itu harus mampu menghilang etnonasionalisme, meredam konflik serta mampu menggerakkan kemajemukan menjadi kekuatan bangsa. Selain itu, mereka harus bertindak sebagai negarawan yang dapat menyatukan semua pikiran dengan landasan 4 Pilar Kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Ketum Ninja C Suhadi.
Menurutnya, sosok pemimpin kenegarawanan sangat diperlukan bangsa Indonesia saat ini untuk membawa masyarakat menuju cita-cita luhur seperti tertuang Pancasila dan UUD 1945 yaitu menuju masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Untuk itu, diharapkan pertemuan Jokowi-Prabowo ini berdampak positif bagi kedua pendukung hingga ke tingkat akar rumput termasuk para buzzer. Hal ini merupakan bentuk rekonsiliasi politik kebangsaan.
“Saya kira, ini pertemuan yang sangat luar biasa. Semoga ini diikuti oleh para pendukung masing-masing. Dan saya mengapresiasi itu,” jelasnya.
Menurut Suhadi, pertemuan Jokowi dan Prabowo ini membuktikan kebesaran jiwa kedua tokoh tersebut.
Baik Jokowi maupun Prabowo kata Suhadi memperlihatkan karakter ketokohan sebagai pemimpin bangsa.
Apalagi, keduanya menurunkan ego masing-masing demi membicarakan mengenai nasib bangsa Indonesia kedepan.
“Yang menarik dari pertemuan ini, bagaimana kedua tokoh ini sama-sama berihktiar membangun bangsa ini agar maju sehingga sejajar dengan bangsa lain didunia,” tegasnya.
Suhadi menegaskan silaturahmi Jokowi dengan Prabowo merupakan momentum yang sangat elok dalam kehidupan politik kebangsaan. Pertemuan ini sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas dan berbagai komponen bangsa.
“Keduanya sepakat mengedepankan politik kebangsaan berlandaskan Bhineka Tunggal Ika. Dan ini modal politik yang sangat penting membangun bangsa dn Negara,” jelasnya.
Dia menilai pertemuan antara Jokowi dan Prabowo telah memberikan contoh kenegarawanan yang tinggi. Hal ini sekaligus menjadi momentum perekat suasana kebangsaan agar kembali bersatu paska Pemilu 2019.
“Saya juga sepakat, setelah kedua tokoh ini bertemu, tidak ada lagi sebutan 01 dan 02. Kita lupakan cebong dan kampret. Mari kita bicara politik kebangsaan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Suhadi mengatakan silaturahmi kebangsaan Jokowi dan Prabowo telah memberikan energi positif bagi kehidupan kebangsaan. Untuk itu, dia meminta agar masyarakat dan tokoh politik bersama-sama membangun bangsa dan negara.
“Dari pertemuan Pak Jokowi dan Pak Prabowo kita juga dapat memperoleh penguatan untuk kepentingan kohesi sosial atau rekonsiliasi politik setelah pada Pilpres yang lalu terjadi pembelahan politik. Titik didih politik inilah yang harus dijaga semua pihak melalui jalan silaturahmi, agar tidak meledak menjadi manuver liar dan membahayakan demokrasi Indonesia,”imbuhnya.
Dia mentatakan pertemuan Jokowi dan Prabowo merupakan pertemuan kebangsaan dua orang tokoh bangsa. Karena itu, Suhadi berharap masyarakat Indonesia kembali rukun dan bisa menghilangkan polarisasi yang sempat terjadi di masyarakat saat Pilpres 2019.
“Saya berharap, para pendukung capres, apakah itu cebong ataupun kampret bisa guyub kembali," ucapnya.
Ketika ditanya apakah rekonsiliasi ini dibarengi dengan pemberian jatah kursi kepada Partai Gerindra?
Suhadi mengaku keputusan pemberian jatah kursi kepada kader Gerindra merupakan hak prerogative presiden.
Namun dia sangat mendukung jika kader Gerindra masuk cabinet memperkuat pemerintahan.
“Ini bukan soal opportunis, tetapi bagiamana Negara ini dibangun kedepan,” imbuhnya.
Menurutnya, masuknya Gerindra kedalam kabinet tidak akan menghilangkan fungsi penyeimbang bagi pemerintah. Sebab masih ada PKS dan PAN yang tetap berada di luar pemerintahan.
“Dan saya berharap, PAN dan PKS tidak berada di dalam, biarkan mereka diluar pemerintah,” tuturnya.
Menurutnya, relawan pendukung Jokowi-Ma’aruf Amin menentang keras jika PKS bergabung kedalam pemerintahan.
Apalagi, sampai saat ini, PKS tidak mengakui azas tunggal Pancasila. Sikap PKS ini jelas bertentangan dengan semangat relawan Jokowi-Ma’aruf. “Demikian juga PAN. Banyak relawan yang terluka dengan pernyataan tokoh PAN Amien Rais,” ucapnya.