"Bahkan ketika aset yang diklaim bernilai Rp4,8 triliun tersebut dijual hanya laku Rp220 miliar, sehingga diduga kerugian negara adalah Rp4,58 triliun," kata Febri.
Febri juga menyatakan bahwa dalam beberapa waktu ke depan, KPK tetap akan meneruskan penyidikan kasus BLBI dan telah mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi yang diperlukan.
"Selain itu, penelusuran aset untuk kepentingan 'asset recovery' nantinya juga menjadi perhatian KPK," jelasnya
Usai diperiksa, Rizal mengaku dikonfirmasi soal misrepresentasi aset terkait kasus korupsi BLBI dengan tersangka Sjamsul.
"Pada dasarnya menyangkut misrepresentasi dari aset-aset yang disahkan. Jadi, seperti diketahui pada saat krisis, krisis itu dipicu karena swasta-swasta Indonesia pada waktu itu utangnya banyak sekali," kata Rizal, usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (19/7/2019) siang.
Penjelasan Rizal Ramli
Mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri (Ekuin), Rizal Ramli, diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Setelah menjalani pemeriksaan, Rizal menjabarkan duduk perkara kasus yang telah merugikan keuangan negara sebanyak Rp4,58 triliun ini.
"Seperti diketahui, pada saat krisis (1998). Krisis itu dipicu karena swasta-swasta Indonesia pada waktu itu utangnya banyak sekali," ucap Rizal di lobi Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (19/7/2019).
Lantaran utang membengkak, para pihak swasta itu disebut Rizal mendapatkan pinjaman dari bank yang berada di grup perusahaan swasta itu sendiri.
Baca: Ingatkan Saksi Grup WA Barbie Kumalasari, Farhat Abbas: Yang Nimbrung Jangan Bicara Sembarangan
Rizal menyebut jumlah pinjaman yang diberikan tidak main-main karena memang pada waktu itu belum ada aturan batasan jumlah pinjaman pada internal grup perusahaan swasta.
Dalam kondisi tersebut, International Monetary Fund (IMF) memaksa pemerintah Indonesia menaikkan bunga bank.
"Nah kemudian IMF menaikkan tingkat bunga bank. Paksa pemerintah Indonesia naikin dari 18 persen ke 80 persen. Begitu itu terjadi banyak perusahaan-perusahaan nggak mampu bayar kan. Rapi kenapa perusahaan-perusahaan ini dapat kredit dari bank, akhirnya bank-nya collapse semua yang gede-gede semua bank besar. Akhirnya pemerintah terpaksa nyuntik apa yang disebut dengan dana BLBI," jelasnya.
Suntikan dana bertajuk BLBI itu jumlahnya miliaran dolar Amerika Serikat. Para bank-bank yang mendapat suntikan dana itu harus membayar utangnya secara tunai, tetapi Rizal menyebut pada era BJ Habibie ada aturan pembayaran dapat menggunakan aset.