Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Rizal Ramli, didalami empat hal terkait kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memeriksa Rizal Ramli sebagai saksi untuk tersangka pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.
"Hari ini, penyidik memeriksa satu orang saksi atas nama Rizal Ramli untuk tersangka SJN. KPK mendalami beberapa hal dari saksi," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, kepada pewarta, Jumat (19/7/2019).
Pertama, penyidik KPK mendalami tugas dan tanggung jawab saksi Rizal selaku Menko sekaligus sebagai Ketua Ex-Officio Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) periode 2000 sampai Juli 2001.
Pada saat itu Sekretaris KKSK adalah Syafruddin Arsyad Temenggung.
Baca: Jusuf Kalla: NasDem Tetap Tenang Tak Ikut-ikut Minta Jatah Menteri
Baca: Sekjen PAN: 10 Bulan Berada di Luar Pemerintahan Kami Sesak Nafas
Baca: KPK Periksa Rizal Ramli Sebagai Saksi Korupsi BLBI
Baca: Ahok Ungkap Hubungan Anaknya dengan Puput Nastiti Devi, Dulu Akrab Kini Berubah Sejak Pernikahan
Kedua, KPK mendalami mekanisme pengambilan keputusan oleh KKSK terkait dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
"Ketiga, terkait SK KKSK Nomor: Kep.02/k.kksk/03/2001 dan mekanisme penerbitannya serta langkah-langkah yang diambil saksi Rizal sebagai Menko sekaligus Ketua Ex-Officio KKSK terkait obligor BLBI," beber Febri.
Keempat, penyidik KPK juga mendalami rapat yang dilakukan di rumah saksi Rizal yang saat itu dihadiri oleh Sjamsul Nursalim, BPPN, dan pihak terkait lainnya.
Febri menjelaskan, dalam fakta persidangan dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung saat itu telah muncul beberapa hal terkait dengan keterangan saksi Rizal, yaitu saksi mewajibkan seluruh penerima BLBI untuk menyerahkan 'personal guarantee' untuk memperkuat posisi tawar Pemerintah Indonesia saat itu.
"Saksi menyetujui usulan BBPN untuk melakukan restrukturisasi utang petambak saat itu, yaitu utang petambak menjadi Rp1,3 triliun dan menjadi kewajiban BDNI (Bank Dagang Nasional Indonesia) Rp3,5 triliun," ujar Febri.
Hal tersebut, menurut saksi Rizal, juga sudah disampaikan pada Sjamsul Nursalim, namun yang bersangkutan tidak responsif dan hanya mau menyerahkan Rp455 miliar.
"BPPN saat itu tetap berupaya melakukan penagihan karena dinilai Sjamsul Nursalim masih memiliki kewajiban. Saat itu, ada rapat yang dilakukan di rumah saksi yang dihadiri oleh Sjamsul Nursalim, BPPN dan pihak lainnya. Namun tidak terdapat kesepakatan atau konklusi," kata Febri.
Karena itu, menurutnya, dari keterangan saksi Rizal di persidangan tersebut terlihat bahwa sebenarnya masih ada kewajiban Sjamsul Nursalim yang belum selesai, namun pada proses lanjutan tetap dipaksakan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL).
Baca: Diduga Berbahaya, FBI Selidiki Aplikasi FaceApp yang Ternyata buatan Rusia
Baca: Dua Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat Diperiksa KPK Terkait Kasus Suap Aspidum Kejati DKI