"Esensinya utang ini harusnya tunai bayarnya tunai, tapi pada masa pemerintahan Pak Habibie, Menteri Keuangan Bambang Subianto sama Kepala BPPN, waktu itu Glenn Yusuf, dilobi supaya nggak usah bayar tunai tapi bayar aset. Nah kalau pengusahanya benar, lurus, dia serahkan aset yang bagus-bagus, tapi ada juga yang bandel dibilang aset ini bagus padahal belum atau aset busuk atau setengah busuk atau belum clean and clear," Rizal kembali menjelaskan.
Baca: Wiranto: Pemerintah Sedang Mengkaji ‘Track Record’ FPI
Valuasi aset saat itu disebut Rizal dilakukan Lehman Brothers--bank investasi raksasa asal Amerika Serikat yang saat ini sudah bangkrut--atas permintaan BPPN. Namun, menurut Rizal, valuasi yang dilakukan Lehman Brothers sembrono.
"Lehman Brothers juga sembrono masa dalam waktu 1 bulan dia udah bisa lakukan penilaian terhadap nilai aset dari ratusan perusahaan sehingga banyak kasus-kasus di mana ngaku sudah nyerahkan aset segini kenyataannya nggak segitu," ujar Mantan Menko Bidang Ekuin era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.
Rizal menilai jika BLBI tetap dianggap sebagai utang tunai maka pemerintah tidak akan rugi karena jika tidak dibayar akan ada bunga.
Ia lalu bicara soal upayanya memperkuat posisi pemerintah dalam menagih utang terkair BLBI itu lewat personal guarantee.
"Artinya apa? Tanggung jawab terhadap utang itu tidak hanya berhenti dia, sampai cucu sampai anaknya ama cucunya nggak bisa lolos," ujarnya.
Rizal menyatakan banyak pengusaha yang menolak namun aturan itu tetap berlaku. Aturan itu kemudian itu tidak dijalankan dan personal guarantee itu, katanya, dikembalikan lagi ke para pengusaha yang terkait BLBI pada pemerintahan baru setelah Gus Dur tak jadi presiden.
"Pemerintah Gus Dur jatuh diganti sama pemerintah berikutnya, eh dibalikin lagi itu personal guarantee. Pemerintah Indonesia posisinya jadi lemah lagi jadi kalau ada perdebatan hari ini tentang misrepresentasi dan lain-lain itu masalahnya itu tadi. Pertama karena utang diubah jadi diganti dengan pembayaran aset, yang kedua posisi bargaining yang Indonesia dibikin lemah dibikinlah personal guarantee dicabut lagi," bebernya.
Baca: Viral Serbu Nyi Roro Kidul, Sebab Ilmiah Inilah Kenapa Dilarang Pakai Baju Hijau di Parangtritis
Rizal menyerahkan penanganan kasus ini kepada KPK. Ia berharap KPK tidak menunda-nunda penuntasan kasus dugaan korupsi dengan jumlah kerugian negara yang besar.
Sebelumnya KPK menjerat mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, sebagai tersangka dalam kasus ini.
Pada pengadilan tingkat pertama Syafruddin divonis bersalah dan dikuatkan pada tingkat banding, tetapi di Mahkamah Agung (MA) KPK harus gigit jari. Syafruddin dilepas MA karena menilai perbuatannya bukanlah pidana.
Di sisi lain KPK sudah menjerat Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim.
Sjamsul sebagai pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang mendapatkan BLBI disebut KPK berkongkalikong dengan Syafruddin sehingga mengakibatkan dugaan kerugian keuangan negara Rp4,58 triliun.