Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Rocky Gerung bicara soal permasalahan terkait korupsi saat ini. Ia awalnya bicara soal indeks demokrasi yang disebutnya menurun dan korupsi yang masih terjadi.
Rocky Gerung menyampaikan itu saat menjadi pembicara bersama politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Rian Ernest, dalam diskusi 'Upaya Mempertahankan Independensi KPK' di Gedung Penunjang KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2019).
Baca: Usut Korupsi Gubernur Nurdin Basirun, KPK Geledah 5 Tempat di Kepri
"Kita baru keluar dari Orde Baru, belum masuk ke demokrasi karena masih ada korupsi dan pelanggaran HAM. Jadi jelas bahwa bagian-bagian buruk Orde Baru masih carry over, terbawa masuk dalam sistem demokrasi. Jadi kita jangan anggap ini sudah sepenuhnya demokrasi. Masih ada dua pekerjaan rumah utama, hak asasi manusia dan korupsi," ujar Rocky Gerung.
Rocky menyebut masalah tersebut muncul lagi belakangan ini.
Salah satu yang disoroti adalah lepasnya terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung lewat putusan Mahkamah Agung (MA).
"Mengapa Mahkamah Agung membuat semacam saya nggak mau bilang kedunguan, tapi kecerobohan atau bahkan kekurangajaran itu meloloskan seseorang yang di dalam proses awal ada di dalam ranah pidana," tutur Rocky Gerung.
Rocky Gerung juga menyoroti masalah teror terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, yang belum tuntas.
Ia menyebut permasalahan ini dibuat rumit dengan pembuatan berbagai tim namun belum juga ada pelaku yang terungkap.
"Kelihatan dari awal dibikin rumit prosedurnya. Itu soalnya kenapa publik jengkel soal itu. Bikin tim, tapi tim bikin tim, nanti timnya bikin tim lagi kan itu kedunguan dalam upaya untuk membongkar," jelasnya.
Setelah itu, Rocky Gerung bicara tentang para calon pimpinan (capim) KPK yang berasal dari polisi aktif.
Menurutnya, keberadaan para capim KPK dari polisi tersebut adalah perintah dari atasan tertinggi para polisi yang disebutnya adalah presiden.
"Secara logika, aktor intelektual dari masuknya polisi adalah presiden. Lalu orang mulai bikin tafsir, kenapa begitu? Lalu dihubungkan dengan kasus-kasus yang tidak bisa diselesaikan," ujarnya.
Ia pun menilai harusnya para polisi terbaik tetap berada di Kepolisian untuk perbaikan internal mereka.
Rocky Gerung menyebut harusnya Pansel Capim KPK bisa membuat opini publik sehingga polisi aktif tersebut tidak mendaftar demi independensi KPK.
"Ethics reformasi pansel nggak mengerti. Pansel mesti kasih sinyal demi reformasi janganlah saudara-saudara mendaftar. Dia nggak bisa larang, tapi dia bisa bikin opini publik kan supaya KPK tetap independen," ujar Rocky Gerung.
Kemudian Rian Ernest bicara soal rumor partai politik tingkat nasional menjadikan APBD DKI Jakarta lahan mencari duit.
Sebab, katanya, APBD DKI jumlahnya besar.
Ia juga bicara soal pentingnya independensi dalam pemberantasan korupsi.
Menurutnya, political will menjadi hal penting dalam pemberantasan korupsi.
"Soal independensi KPK menurut saya nggak bisa ditawar-tawar lagi sebenarnya. Meskipun kita harus saling mengingatkan bahwa maju tidaknya sebuah lembaga antikorupsi itu kan tergantung pada polical will sebenarnya. Secara normatif kita harus independen semua di sini tapi kita harus sadar kita harus dapat political will yang kuat," ujar Rian.
Rian menyebut musuh utama korupsi adalah transparansi.
Ia kemudian bercerita tentang pengalamannya bekerja bersama mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atau BTP dalam menjalankan transparansi di Pemprov DKI.
"Dengan BTP saya belajar langsung lawan kesumatnya korupsi yaitu transparansi. Sehingga memang yang dilakukan Pak BTP saat itu buka semuanya, buka, saya juga beberapa kali kirim dokumen ke teman-teman Dumas (Pengaduan Masyarakat), buka semua," jelasnya.
Rian pun menyebut PSI saat ini berjuang untuk mengawal transparansi dan mencegah korupsi di DKI lewat 8 anggota DPRD terpilih.
Saat bercerita inilah, ia menyebut ada rumor tentang APBD DKI menjadi lahan cari duit dari parpol di tingkat nasional.
"Kita ada delapan orang DPRD DKI, ini pun kita pepet terus, kita kawal terus. Karena emang rumor-rumornya, rumor-rumornya, partai politik nasional ini nyari duitnya dari APBD DKI. Ini dugaan, aduh entar gua dilaporin lagi," ujarnya.
Alasannya, kata Rian, APBN lebih sulit karena diawasi secara ketat.
Namun, APBD DKI dengan jumlah sekitar Rp70 triliun tidak seketat pengawasan APBN.
Baca: Ketua Fraksi Demokrat DPRD DKI Laporkan Politisi PSI, Rian Ernest
"Di DKI itu dengan anggaran Rp70 triliun tiap tahun, media juga nggak segitunya nyorot, potensi nyolongnya gede banget dan kita tahulah DPRD DKI seperti apa gitu. Jadi saya sebenarnya berharap teman-teman KPK, yuk sebenarnya nggak usah jauh-jauh OTT ke daerah, bagus sih untuk pemerataan pemberantasan korupsi," ucapnya.
"Nggak usah jauh-jauh, ke Kebon Sirih aja cari. Kulik-kulik dapat kok, ini kata salah seorang penyidik, tapi bukan di sini, ini penyidik dari Trunojoyo bilang 'Yaelah DKI tinggal merem comot juga dapat' ini dulu tapi, beberapa tahun lalu, sekarang saya yakin lebih baik lah," pungkasnya.