TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Korban pinjaman berbasis online (fintech) Incash yang diduga menyebarkan iklan perempuan "siap digilir" untuk melunasi utang bertambah.
Selain YI (51), asal Solo, Jateng, ada enam orang warga lainnya yang juga menjadi korban pinjaman berbasis online tersebut.
Para korban pinjaman online saat ini telah ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Soloraya berlokasi di Jalan Ir Soekarno, Dusun II, Madegondo, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Perwakilan dari LBH Soloraya, Made Ridha mengatakan, korban pinjaman online Incash yang ditanganinya tersebut sebagian besar mendapat teror karena telat membayar pinjaman.
Baca: 5 Fakta dan Pengakuan Korban Pinjaman Online Diiklankan Rela Digilir untuk Lunasi Utang Rp 1 Juta
Baca: Viral Korban Fintech Rela Digilir untuk Lunasi Utang Rp 1,054 Juta, Ini Fakta yang Sesungguhnya
Fintech Incash ini diduga ilegal.
Menurut dia, untuk menjerat para korbannya, fintech Incash memberikan promo pinjaman dana secara mudah dan cepat melalui pesan singkat (SMS).
Setelah korban setuju dengan pinjaman, mereka diberikan link dengan tujuan agar diunduh.
"Setelah link itu di-download ada yang diterima dan ditolak. Walaupun diterima dan ditolak tetap uang yang dipinjam itu cair," kata dia dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (26/7/2019) malam.
"Bahkan, mereka (korban) ada yang baru nyadar tidak ada pemberitahuan kalau uang itu sudah dicairkan ke rekening tiga atau empat hari waktu verifikasinya itu dinyatakan ditolak," sambungnya.
Selain memberikan promo pinjaman uang secara mudah, Made menyampaikan sasaran korban pinjaman online Incash tersebut adalah masyarakat yang berpengahasilan rendah.
Made menyampaikan yang membuat korban pinjaman online bingung adalah ketika persyaratan mereka telah ditolak, justru uang yang dipinjam dikirim ke rekening mereka.
Disebutkan uang yang dipinjam korban melalui pinjaman online tersebut rata-rata sebesar Rp 1 juta. Sementara uang yang mereka terima antara Rp 650.000 - Rp 680.000. Sedangkan sisanya 30 persen dari pinjaman dipakai untuk biaya administrasi. "Mereka dikasih tempo tujuh hari. Lebih dari tujuh hari atau hari ke delapan kalau tidak bayar pinjaman terkena bunga Rp 75.000 per hari dan mengembalikan pokok sejumlah Rp 1.054.000," paparnya.
Iklan rela 'digilir'
Sebelumnya telah viral aplikasi dana pinjaman online kembali 'memakan' korban.
Kali ini korbannya adalah YI wanita asal Solo, Jawa Tengah.
Wanita berusia 51 tahun itu diiklankan rela 'digilir' demi melunasi utang di aplikasi pinjaman online.
Hal tersebut membuat YI gerah sehingga perlu meminta bantuan hukum dari ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Solo Raya.
Kasus ini juga telah dilaporkan ke Polresta Surakarta.
Berikut beberapa fakta serta pengakuan korban pinjaman online yang diiklan rela 'digilir' untuk melunasi utang pinjaman online, sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari TribunSolo.com:
1. Kronologi
Kasus ini bermula saat YI yang meminjam uang sebesar Rp 1 juta lewat aplikasi pinjaman online.
Uang tersebut, lanjutnya untuk kebutuhan sehari-hari dengan jangka waktu pinjaman atau tenor selama tujuh hari.
Uang yang diterima YI pun tidak utuh karena dipotong untuk administrasi sebesar Rp 320 ribu.
Dalam tujuh hari, YI harus mengembalikan uang senilai Rp 1.054.000.
"Pinjamnya belum ada dua minggu ini. Saya meminjam Rp 1 juta, tapi terima hanya Rp 680 ribu," ujar YI kepada Kontan.co.id, Rabu (24/7/2019).
Begitu tujuh hari lewat, YI dikenakan bunga Rp 70 ribu per hari dan ada biaya keterlambatan yang berbunga.
Untuk menutup utangnya yang terus menggunung, YI kembali meminjam uang di aplikasi pinjaman online lainnya.
Total utang YI sebesar Rp 4 juta di empat aplikasi pinjaman online.
Utang itu terus menggunung dan kini telah mencapai Rp 30 juta.
Karena YI telat membayar, debt collector dari satu pinjaman online meneleponnya.
"Dia mengejar saya untuk segera membayar dan meneror," ujar dia.
Puncaknya, pada Selasa (23/7/2019), debt collector itu membuat poster/iklan dan mengancam akan menyebarkan iklan itu untuk mempermalukan YI.
"Pada Selasa kemarin, dia bikin poster itu dan mengancam akan disebarkan jika saya tidak segera membayar."
"Kemudian, dia membuat grup WA yang di dalamnya ada saya dan teman-teman saya, dan disebarkan di sana," kata dia.
Dalam iklan yang kemudian viral tersebut, Yuliana rela digilir seharga Rp 1.054.000 demi melunasi utang.
Berdasarkan iklan tersebut, YI menjamin kepuasan bagi siapa yang menggunakan jasanya.
2. Korban syok dan merasa terintimidasi
Setelah poster berbau prostitusi yang memuat foto dirinya beredar di media sosial, YI merasa terintimidasi.
Dia tidak menyangka, masalah utang piutang yang dilakukan dengan sebuah pinjaman online berbuntut pada pencemaran nama baik dirinya.
Pasca-poster dirinya tersebar, YI mengaku sempat terkejut dan trauma.
"Saya sempat shock dan sakit," katanya saat jumpa pers, Kamis (25/7/2019).
Bahkan, dia juga mendapatkan surat peringatan (SP) dari tempatnya bekerja karena sempat tidak masuk.
"Gara-gara itu, saya nggak kerja selama 15 hari, hingga dapat SP."
"Tapi HRD saya menyuruh saya masuk lagi, karena itu urusannya masing-masing," terangnya.
YI mengaku meminjam uang pada pinjaman online itu karena prosesnya mudah dan cepat.
"Saya ambil di situ karena prosesnya cepat. Sabtu, kalau tidak Minggu kemarin sudah jatuh tempo."
"Saya sudah ditelepon, udah diteror lewat telepon dan chat dan akhirnya poster itu tersebar," kata dia.
3. Minta bantuan LBH Solo Raya
Tak kuat dengan intimidasi yang didapat, YI akhirnya meminta bantuan pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Solo Raya.
Pengacara YI, I Gede Sukadewa menambahkan, kliennya melakukan pinjaman di empat pinjaman online.
Keempat aplikasi pinjaman online itu dilaporkan ke Polresta Surakarta karena telah melakukan penagihan bahasa yang kasar, melecehkan, dan mempermalukan."
"Semuanya mempermalukan, tapi paling parah yang membuat poster seperti itu," katanya.
Dalam poster yang dibuat, lanjut Sukadewa, klienya rela digilir dan lainnya.
"Itu paling parah dan memfitnah dengan tanda petik wanita yang bisa dipakai, disewa, digilir dan sebagainya," imbuhnya.
Dia berharap, pihak kepolisian dapat menemukan pemilik akun pinjaman yang dia laporkan.
"Semoga pihak kepolisian bisa mencari izinnya, dan dicabut izinnya. Dicari bosnya dan dipidanakan," kata dia.
4. Pengacara sebut poster dibuat YI, hoax
Pengacara Sukadewa juga membantah, poster iklan tersebut dibuat kliennya, YI.
"Tidak benar seperti itu. Klien kami mau menawarkan diri dengan membayar sejumlah uang dan mau digilir itu tidak benar."
"Berita itu hoax, ada tendensi pencemaran nama baik, pelecahan kehormatan wanita dan melanggar HAM," katanya.
Menurutnya, poster tersebut buatan satu pinjaman online.
"Itu buatan pinjaman online," tegasnya.
5. Akan laporkan ke Polda
Masih menurut Sukadewa, kasus ini juga akan ia laporkan kepada Polda.
Meski demikian, pihaknya telah melaporkan kasus pencemaran nama baik ini ke Polresta Surakarta.
Namun, kata Sukadewa, Polresta Surakarta masih kaku untuk menangani kasus kliennya.
"Tadi malam Polresta Solo mengatakan masih ragu-ragu dan sebagainya. Katanya alatnya kurang canggih," ungkap Sukadewa.
Dia pun menyayangkan hal tersebut.
"Saya sayangkan kenapa Kepolisian Solo kurang canggih dalam menangani IT seperti ini."
"Solo, kan, kota besar, harusnya bisa seperti kota lainnya. Yang seperti ini, harusnya bisa segera di tangkap," jelasnya.
Dia juga menyayangkan reaksi Kepolisian Solo yang menyatakan kasus via WA tidak bisa dipidanakan.
"Di Jakarta, WA bisa dipidanakan, polisi di sini terlambat untuk masalah seperti ini."
"Polisi di sini masih jalan ditempat, ini yang saya sayangkan," keluhnya.
Untuk menindak lanjuti kasus kliennya, Sukadewa mengaku akan melaporkannya ke Polda.
"Saya juga akan melaporkan ke Polda, karena kami serius menindak lanjuti kasus klien kami," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (TribunSolo.com/Agil Tri)