"Penyidik mendalami keterangan dari saksi-saksi ini terkait dengan bagaimana modus-modus pemotongan tersebut, permintaan pada dinas-dinas. Misalnya, pemotongan dari anggaran-anggaran yang ada agar seolah-olah disebut sebagai utang," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Berbeda dengan Bupati lainnya yang sedang dalam penanganan KPK, Bupati Simeulue, Darmili, masih dalam penanganan tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh.
Namun kasusnya tetap sama, yakni korupsi penyertaan modal pada Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulue (PDKS).
Darmili ditetapkan sebagai tersangka penyertaan modal pada PDKS sejak 2002 hingga 2012 sebanyak Rp 227 miliar dengan indikasi kerugian negara mencapai Rp51 miliar.
Kejati Aceh menangani kasus korupsi PDKS sejak 2015 dan telah menyita rumah dan mobil Anggota DPRK Simeulue periode 2014-2019 itu.
Namun hingga kini, Darmili sudah dua kali tidak kunjung datang untuk melakukan pemeriksaan di Kejati Aceh sehingga pemeriksaan diundur pada Senin (29/7/2019) mendatang.
Baca: Gibran Masuk Bursa Wali Kota Solo, Jokowi: Ada Survei Begitu Saja kok Bingung, Terserah Anaknya
Baca: SBY Bakal Temui Jokowi Awal Agustus
Baca: Kisah 3 TKW Cirebon di Arab Saudi: Turini Pulang Setelah 21 Tahun, Fitriyah dan Carmi Masih Misteri
"Tersangka Darmili meminta pemeriksaanya dijadwalkan pada Senin mendatang. Permintaan tersebut juga sudah disampaikan kepada penyidik," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh, Munawai, di Banda Aceh, Jumat (26/7/2019).
UU Pilkada Perlu Dikaji Ulang
Berkaca dari kasus Tamzil yang seolah tak jera, KPK mengingatkan agar pada Pilkada tahun 2020, partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang buruk.
"Jangan pernah lagi memberikan kesempatan kepada koruptor untuk dipilih," tegas Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (27/7/2019).
KPK juga mengingatkan kasus jual beli jabatan tidak boleh terjadi lagi karena merusak tatanan pemerintahan dan tidak sejalan dengan rencana pemerintah untuk pengembangan SDM yang profesional sebagai salah satu tujuan dari reformasi birokrasi dari program Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK).
Sedangkan pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Prof Hibnu Nugroho, menilai Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) perlu dikaji kembali untuk mengeleminasi terjadinya kasus korupsi.
"Waktu itu kan putusannya (Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi Pasal 7 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, red) belum sampai ke pencabutan hak politik kan? Ke depan memang kalau kaitannya dengan jabatan politik mungkin harus (dikaji kembali), saya kira itu langkah yang tepat untuk mengeliminasi orang-orang yang pernah berbuat kejahatan," ujarnya kepada pewarta, Senin (29/7/2019).
Menurutnya, kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah itu erat kaitannya dengan masalah integritas.
Hibnu menilai intergritas seseorang menjadi taruhan ketika ada godaan-godaan yang mempengaruhi atas jabatannya.