News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah dan Pertamina Disebut Gagal Memperkecil Resiko Dampak Kebocoran Minyak di Karawang

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) memberikan teguran keras pada Pemerintah dan Pertamina atas kelalaian yang menyebabkan kebocoran minyak bumi oleh Pertamina Hulu Energi (PHE), Offshore North West Java (ONWJ) di perairan Karawang, Jawa Barat

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) memberikan teguran keras pada Pemerintah dan Pertamina atas kelalaian yang menyebabkan kebocoran minyak bumi oleh Pertamina Hulu Energi (PHE), Offshore North West Java (ONWJ) di perairan Karawang, Jawa Barat.

Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati Romica memberikan catatan terkait bencana industri di lepas pantai utara Jawa Barat itu.

Baca: Ada Tumpahan Minyak Pertamina, Petani Garam Tak Panen Selama Seminggu

Ilustrasi upaya maksimal Pertamina dalam penanganan dampak paska munculnya gelembung gas di sumur migas lepas Pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). (Pertamina)

Sebab, sejak 12 Juli 2019 lalu, kebocoran pipa pertamina itu tak bisa diselesaikan dengan cepat dan berimbas tercemarnya laut dan merugikan nelayan sekitar perairan laut Jawa.

Susan menyebut, pemerintah dan pertamina gagal dalam menegakkan batas-batas wilayah berbahaya bagi warga, di daratan maupun perairan yang terdekat dari Anjungan YYA-1 Pertamina.

"Gagal memperkecil risiko keselamatan warga sekitar akibat keterpaparan pada Tar Balls (gumpalan minyak mentah), udara tercemar, dan konsumsi biota Iaut dari wilayah disekitar anjungan YYA-1 Pertamina," kata Susan dalam  keterangan pers 'Bencana Industri dan Derita Warga Nelayan Karawang' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2019).

Selain itu, Susan menyebut, pertamina gagal mengevakuasi warga dari desa-desa terdekat, dengan akibat bahwa sampai dengan hari keempat belas setelah terjadinya semburan liar.

Bahkan, warga harus bertahan 24 Jam sehari dalam keadaan sakit kepala, sesak nafas, gatalgatal, kulit terasa panas dan sebagainya, yang merupakan gejala ikutan dari keterpaparan terhadap zat-zat berbahaya terutama di udara.

"Alih-alih melakukan tindakan penanggulangan secara profesional dengan kontraktor berpengalaman dan punya Iisensi untuk mengatasi kasus semacam itu, pihak operator dan regulator melakukan mobilisasi warga untuk melakukan pengumpulan minyak mentah tanpa memenuhi syarat keselamatan manusia," ungkap Susan.

Baca: Soal Koalisi, Tokoh Senior Demokrat Nilai Tak Bisa Semua Parpol Dukung Pemerintah

Ia pun mengatakan, bencana tersebut belum teratasi sumbernya, dan setiap hari atau 24 jam sehari warga terdekat terus terpapar pada udara, air dan besar kemungkinansumber sumber protein hewani dari daratan dan perairan pesisir yang tercemar.

"Maka KIARA dan JATAM Nasional mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk mengambilIangkah langkah darurat yang meskipun terlambat tapi harus dilakukan," jelasnya.

Kata Pertamina

Direktur Pertamina Hulu Energi (PHE), Dharmawan H Samsu mengatakan kebocoran minyak di sumur YYA-1 di Blok Migas ONWJ (Offshore North West Java) yang terjadi sejak 14 Juli 2019 tidak berpotensi sebagai bencana nasional.

Menurutnya, pemerintah pusat menyebut kejadian tersebut masih bisa dikendalikan oleh Pertamina selaku operator dari penambangan minyak bumi di sumur tersebut.

Baca: Pertamina Sebut Penanganan Sumur Minyak Bocor di Blok ONWJ Selesai 7-8 Minggu

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini