News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah dan Pertamina Disebut Gagal Memperkecil Resiko Dampak Kebocoran Minyak di Karawang

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) memberikan teguran keras pada Pemerintah dan Pertamina atas kelalaian yang menyebabkan kebocoran minyak bumi oleh Pertamina Hulu Energi (PHE), Offshore North West Java (ONWJ) di perairan Karawang, Jawa Barat

“Dari kementerian terkait mengatakan peristiwa ini masih dalam kendali dan hingga saat ini terus dilakukan energy isolation agar tumpahan minyak dan gas bumi atau oil boom tak mencapai pantai yang menyebabkan dampak bagi masyarakat,” ungkapnya di Jakarta, Jumat (26/7/2019).

Dharmawan mengatakan pihaknya sudah melakukan langkah-langkah pembersihan tumpahan minyak dengan mengerahkan 27 kapal baik di lautan maupun pembersihan minyak yang sudah mencapai pesisir Karawang.

Ia juga mengatakan Pertamina melibatkan masyarakat termasuk nelayan dalam hal pembersihan minyak dengan pemberian sejumlah kompensasi.

Pertamina juga mendapatkan bantuan dari sejumlah pihak dalam penanganan tumpahan minyak ini seperti SKK Migas, Kementerian ESDM, Kementerian LHK, Pemerintah Daerah, Dinas Lingkungan Hidup Daerah, TNI dan Kepolisian, Kementerian Perhubungan Ditjen Perhubungan Laut, KSOP, KKP, Pushidros AL, KKKS dan berbagai instansi lainnya.

“Kami juga mendapatkan bantuan Giant Octopus Skimmer dari Singapura untuk menyedot tumpahan minyak. Minyak yang tumpah ini akan dikelola menjadi limbah dan sedang dalam kajian,” imbuhnya.

Saat ini menurutnya Pertamina sudah meminta bantuan perusahaan asal Amerika Serikat, Boots & Coots untuk melakukan penutupan sumur minyak di anjungan YYA-1 tersebut.

Dharmawan menjelaskan perusahaan tersebut berpengalaman menangani kasus dengan dampak lebih besar yang pernah terjadi di Teluk Meksiko yang dikenal dengan Deepwater Horizon.

“Sejak tanggal 14 Juli 2019 kami sudah hubungi Boots & Coots dan saat ini mereka sudah berada di PHE Tower dan akan berangkat ke lokasi besok Minggu (28/7/2019) setelah rig Soehanah dipasang untuk membantu penutupan sumur, jadi rencana aksi sudah dilakukan dan diperkirakan memakan waktu 7-8 minggu sampai sumur ditutup,” ungkapnya.

Dharmawan menjelaskan Boots & Coots nantinya akan melakukan penetrasi ke sumur minyak di anjungan YYA-1 untuk menembus langsung sumber kebocoran.

Setelah itu akan dilakukan pemompaan semen untuk dilakukan penutupan.

“Untuk memompa semen itu akan menghabiskan waktu 3 hari saja. Setelah itu sumur itu akan non-aktif dan kami akan melakukan kajian apakah blok migas itu tetap aman untuk dilakukan pembuatan sumur di lokasi lain ata tidak,” ungkapnya.

Dharmawan mengatakan pihaknya akan tetap berupaya memaksimalkan potensi minyak bumi dan gas alam di blok tersebut yang diperkirakan masih menyimpan cadangan 4 juta meter kubik minyak bumi.

Baca: BMKG Catat Gempa Bumi yang Terjadi di Mamasa dan Labuha Siang Ini Jumat (26/7/2019)

Saat ini sumur YYA-1 sendiri dapat memproduksi sekitar 3 ribu barel minyak bumi per hari.

Dia memastikan bahwa kejadian kebocoran sumur minyak bumi ini tak separah jika dengan kejadian Deepwater Horizon.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini