TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan, Pulau Kalimantan akan menjadi tempat ibu kota yang baru.
Namun mengenai persisnya di provinsi mana, Jokowi masih enggan untuk menyebutkan.
Namun satu hal harus diwaspadai pemerintah setelah ditetapkannya Kalimantan sebagai Ibu Kota yang baru yakni mengenai adanya spekulan tanah.
Direktur Riset Core, Piter Abdullah Redjalan, mengungkapkan bahaya yang ditimbulkan dari adanya spekulan tanah.
Piter berkaca pada kasus yang terjadi di Yogyakarta ketika pemindahan Bandara Internasional Yogyakarta.
"Itu pernah terjadi protes keras Sultan HB X waktu pemindahan bandara internasional Yogyakarta karena pada waktu itu dia mau masuk pembebasan lahan di sana," jelas Piter dikutip dari Kompas.com, Selasa (30/7/2019).
"Ternyata lahan-lahan di lokasi sudah dimiliki spekulan. Itu yang seharusnya dicegah pemerintah," sambungnya.
Baca: Agustus, Jokowi Akan Umumkan Lokasi Ibu Kota Baru di Kalimantan
Baca: Momentum Jokowi Pindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Dinilai Tepat
Selain itu, kasus yang sama sempat muncul ketika Ibu Kota diisukan pindah di daerah Jonggol.
"Dari kepindahan seperti ini, seperti dulu isu pemindahan ibu kota ke Jonggol, yang terjadi ini didahului oleh spekulan."
"Sehingga yang terjadi, spekulan masuk terlebih dulu lantas membeli tanah-tanah di sana dengan murah."
"Kemudian mereka berharap dapat ganti rugi yang lebih besar nanti," jelas Piter.
Akibat munculnya spekulan, masyarakat tidak bisa mendapatkan keuntungan yang cukup karena tanahnya telah dibeli dengan harga yang lebih murah terlebih dahulu.
Kandidat Utama
Pada Mei 2019, Presiden Jokowi telah meninjau dua tempat di Pulau Kalimantan yang dinilai berpotensi sebagai lokasi ibu kota negara.