Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak selalu dengan mengganti para rektor di antara 4.697 universitas di Indonesia dengan rektor dari luar negeri akan bisa meningkatkan ranking perguruan tinggi mencapai 100 besar dunia.
Demikian disampaikan Pemerhati pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Jimmy Philip Paat kepada Tribunnews.com melalui sambungan telepon, Kamis (1/8/2019).
Baca: Menristek Dikti Sudah Petakan Perguruan Tinggi yang Bakal Diisi Rektor Asing
"Tidak perlu mengimpor rektor dari luar negeri untuk meningkatkan mutu dan ranking Universitas yang ada di Indonesia," tegas Ketua Tim Ahli Forum Diskusi Pedagogik (FDP) Ikatan Alumni UNJ ini.
Bahkan menurut dia, kemajuan universitas, tidak melulu harus dari rektor. Karena ada banyak unsur di dalamnya.
Pemerintah mengambil contoh Singapura. Kata Jimmy, universitas di Negeri Singa tersebut memang dijalankan orang asing.
Tapi kunci suksesnya bukan pada sosok rektor luar negerinya.
“Anggota universitasnya memang sudah bagus,” ucap Jimmy.
Menurut dia, langkah yang harus diambil pemerintah bukan mengimpor rektor dari luar negeri. Selain juga akan menghabiskan waktu untuk adaptasi dengan kultur, rektor dari luar negeri itu akan mengalami penolakan dari tenaga yang ada di universitas.
Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), dan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang kini mencapai peringkat papan atas di Indonesia, dan ketiganya masuk kategori 100 top di dunia, bisa direplika kesuksesannya ke universitas-universitas di Indonesia.
"Lihat saja di PTN itu. Cari beberapa departemen atau jurusan yang dianggap terbaik di 3 Universitas itu. Nah yang paling baik itu diambil dan dicoba atau "direplikasi" di beberapa PTN di Indonesia," paparnya.
"Kalau mau memperbaiki mutu PTN, saya pikir kita berangkat dari yang ada di Indonesia. Lagi-lagi dari yang terbaik, dari UI, UGM dan ITB. Jadi tidak perlu mengambil dari luar negeri," tegasnya.
Dari tiga Universitas ini juga, dia melihat sistem perekrutan dosen-dosennya juga relatif baik.
"Yang saya maksud baik itu, tidak melulu karena dia punya S-2, S-3. Tapi melihat jejak dari calon-calon yang melamar jadi dosen. Punya passion untuk mengajar dan passion untuk bergelut di dunia pengetahuan," jelasnya.