News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kebakaran Hutan dan Lahan

Hotspot Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun Ini Lebih Banyak dari 2018

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Tanjab Barat.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyebaran hotspot terkait potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) saat ini lebih tinggi jika dibandingkan 2018 lalu.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza saat ditemui Tribunnews di Kantor BPPT, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2019).

Saat ini, pihaknya pun tengah mengupayakan sejumlah langkah termasuk penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang dinilai efektif mengurangi meluasnya karhutla pada beberapa provinsi di tanah air.

BPPT bersama lembaga terkait lainnya akan berusaha meningkatkan langkah pencegahan dan penanganan.

Baca: Kemarin Marahi Direksi PLN, Hari Ini Jokowi Ancam Copot Pangdam dan Kapolda

Karena jumlah hotspot yang tersebar saat ini mencapai angka 900-an.

Jika dibandingkan tahun 2015 lalu, dampak yang dimunculkan karhutla memang lebih rendah, terutama terkait sebaran asapnya.

Namun jika dibandingkan tahun 2018, maka dampak yang ditimbulkan lebih besar.

"Bahwa sekarang ini upaya kita itu harus ditingkatkan, karena kalau dibandingkan 2015 memang asapnya (karhutla kali ini) lebih sedikit dibandingkan 2015. Tapi (tahun ini) lebih banyak dari tahun yang lalu, tahun ini ada sekitar 900-an hotspot," ujar Hammam, kepada Tribunnews.com.

Sebaran hotspot terkait karhutla ini, kata Hammam, tidak hanya terjadi di Riau, namun potensi itu muncul pula pada sejumlah provinsi lainnya, mulai dari Sumatra Selatan hingga beberapa provinsi di Kalimantan.

"Dan terjadinya kebakaran hutan itu mulai merambat dari Riau, Sumatra Selatan udah masuk, Jambi, Kalimantan Barat juga ada, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah," kata Hammam.

Saat ini, sebaran hotspot karhutla sudah mencapai 17 provinsi, sehingga pihaknya harus segera bersinergi dengan lembaga lainnya dalam memadamkan titik api itu.

"Jadi semakin banyak ini provinsinya, ada 17 provinsi yang dianggap rawan terhadap kebakaran hutan dan lahan," jelas Hammam.

Terkait instruksi yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Karhutla Tahun 2019 yang digelar di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2019), Hammam mengaku sangat mendukung.

Jokowi memang menginstruksikan agar langkah pencegahan segera dilakukan untuk menghindari potensi karhutla yang lebih besar.

Sekecil apapun titik api, harus segera dipadamkan agar tidak merambat ke wilayah lainnya.

"Ya saya sangat mendukung sebenarnya upaya pencegahan daripada pemusnahan titik api. Lebih bagus mencegah, jadi sekecil apapun titik api yang sekarang muncul di lokasi-lokasi itu, segera dipadamkan," tegas Hammam.

Mantan Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) BPPT itu kemudian menyebutkan beberapa lembaga yang dianggap bisa bersinergi dalam mengatasi bencana ini.

Mulai dari Manggala Agni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), TNI-Polri dan tentu saja Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Dan ini harus turun kan, Manggala Agni, TNI-Polri, BNPB itu semua harus digerakkan supaya kita betul-betul bisa mengatasinya," papar Hammam.

Langkah yang bisa diambil untuk pencegahan karhutla pada awalnya adalah melalui penerapan TMC di bawah Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT.

Namun jika karhutla sudah terjadi, maka langkah selanjutnya yang harus diterapkan adalah water bombing, "Kemudian siapkan langkah-langkah, yang paling bagus itu mencegah, kalau memang sudah terjadi ya harus segera water bombing,".

Selain itu, menurutnya, masyarakat perlu mendapatkan edukasi melalui sosialisasi terkait cara yang benar dalam membuka lahan.

Bukan melalui cara 'membakar lahan', namun menggunakan pemanfaatan teknologi.

Edukasi tersebut diharapkan dapat membantu meminimalisir terjadinya karhutla yang dianggap sebagai 'bencana langganan' di Indonesia.

"Kemungkinan juga dengan menggerakkan masyarakat dan sosialisasi untuk tidak lagi membuka lahan dengan cara membakar, (sosialisasi) itu harus segera diterapkan," pungkas Hammam.

Sebelumnya, Jokowi dalam Rakornas itu mengaku malu kepada para pimpinan negara tetangga yang akan dikunjunginya.

Kedua negara yang masuk dalam agenda lawatannya itu adalah Malaysia dan Singapura.

"Saya kadang-kadang malu, minggu ini saya mau ke Malaysia dan Singapura, tapi saya tahu minggu kemarin (karhutla) sudah jadi headline, Jerebu (asap) masuk lagi ke negara tetangga kita," jelas Jokowi.

Ia pun mengultimatum kementerian dan lembaga terkait untuk segera menyelesaikan bencana tersebut.

"Saya cek jerebu ini apa? ternyata asap, hati-hati, malu kita kalau nggak bisa menyelesaikan ini," kata Jokowi.

Perlu diketahui, TMC dapat dilakukan jika masih adanya awan, awan tersebut merupakan objek untuk penyemaian garam demi memunculkan hujan buatan.

Teknologi Modifikasi Cuaca ini dianggap mampu menjadi solusi dalam mengatasi kekeringan yang sudah mulai melanda sejumlah wilayah di Indonesia.

Banyak event akbar tanah air yang turut menggunakan operasi TMC dalam memperlancar keberlangsungan acara.

Event tersebut meliputi pengamanan mengurangi curah hujan dalam Sea Games yang dihelat pada 2011 lalu, mengatasi gangguan kabut asap maupun curah hujan di area lapangan olah raga pada Pekan Olah Raga Nasional (PON) Riau tahun 2013.

Kemudian Islamic Solidarity Games yang dihelat di Sumatra Selatan tahun 2013, redistribusi curah hujan di wilayah DKI pada 2013 dan 2014, pengurangan curah hujan di area proyek Pembangunan Jalan Tol Samarinda-Balikpapan tahun 2018.

Hingga kegiatan Asian Games yang digelar di Jakarta dan Palembang pada 2018, serta acara Annual Meeting IMF-World Bank di Bali pada 2018, juga kegiatan kenegaraan lainnya seperti peringatan HUT RI di Istana Negara.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini