Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka baru dalam perkara korupsi proyek pengadaan paket KTP Elektronik atau e-KTP.
Keempat tersangka itu antara lain, Anggota DPR 2014-2019 Miryam S Hariyani, mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI dan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik dan PNS BPPT Husni Fahmi, serta Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang merinci peran-peran dari empat tersangka baru dalam kasus rasuah yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu.
Baca: Diam-diam Ternyata Yamaha Dekati Jorge Lorenzo, Pramac Racing Dapat Saingan Nih!
Baca: Selain Gantungan Kunci, 4 Suvenir Khas Selandia Baru yang Cocok Jadi Oleh-oleh
Baca: Lirik Lagu dan Chord Gitar Hari Merdeka (17 Agustus), Indonesia Raya, Indonesia Pusaka dan Syukur
Pertama terkait peran Miryam, pada Mei 2011, setelah RDP antara Komisi II DPR dan Kemendagri dilakukan, ia meminta USD100 ribu kepada Mantan Direktur Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah.
Permintaan itu, kata Saut, disanggupi.
Transaksi pun dilakukan di sebuah SPBU di Pancoran, Jakarta Selatan melalui perwakilan Miryam.
"Tersangka MSH (Miryam S Hariyani) juga meminta uang denga kode 'uang jajan' kepada Irman sebagai Dirjen Dukcapil yang menangani e-KTP. Permintaan uang tersebut ia atasnamakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses," ujar Saut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Baca: Salat Idul Adha di Singapura, Segini Jumlah Hewan Kurban Syahrini dan Reino Barack
Baca: 13 Subsatgas Antimafia Bola Akan Bertemu Matangkan Konsep Pelaksanaan Tugas
Saut menyebutkan dalam kurun 2011-2012, Miryam diduga juga menerima uang beberapa kali dari Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi Administras Kependudukan Kemendagri Sugiharto.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, MSH diduga diperkaya USD1,2 juta terkait proyek e-KTP," sebutnya.
Terkait peran Isnu Edhi Wijaya, Saut mengatakan, awalnya pada Februari 2011, setelah ada kepastian dibentuknya beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang e-KTP, pengusaha Andi Agustinus dan Isnu menemui Irman dan Sugiharto agar salah satu dari konsorsium dapat memenangkan proyek e-KTP.
Atas permintaan tersebut, Irman menyetujui dan meminta komitmen pemberian uang kepada anggota DPR.
"Kemudian tersangka ISE (Isnu Edhi Wijaya), tersangka Paulus Tannos, dan perwakilan vendor-vendor lainnya membentuk Konsorsium PNRI," kata Saut.
Akhirnya pemimpin konsorsium disepakati berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PNRI.