Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang menjerat Asisten Bidang Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati DKI Jakarta Agus Winoto.
Untuk menghadirkan 6 orang saksi pada Kamis (15/8) ini, penyidik KPK telah mengirimkan surat ke Jaksa Agung Muhammad Prasetyo sejak Senin (12/8).
"Sebagai bentuk koordinasi antar institusi, KPK menyurati Jaksa Agung untuk bantuan menghadirkan saksi-saksi tersebut," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada pewarta, Kamis (15/8/2019).
Keenam saksi tersebut antara lain, Kusnin, M Rustam Effendi, Bennt Crisnawan, Dyah Purnamaningsih, Musriyono dan Adi Wicaksono. Para saksi merupakan Jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah.
Baca: Video Vina Garut Dijual Rp 50 Ribu Total 44 Video, Pemeran Pria Sakit Parah, Wanita Penyanyi Hajatan
Baca: Sebentar Lagi Toyota Corolla Hybrid Meluncur di Indonesia, Harga?
Baca: Alex Marquez Batal Gabung Tim Petronas, Sebabnya Persaingan Yamaha dan Honda di MotoGP?
"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka dari pihak swasta Sendy Perico (SPE)," kata Febri.
Sebelumnya, pada Rabu (14/8) kemarin penyidik KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap empat orang saksi untuk tersangka Sendy. Mereka adalah M. Zahroel Ramadhana, Jaksa Fungsional di Badiklat Kejaksaan Agung; Yadi Herdiantor, Jaksa Fungsional pada Kejati DKI Jakarta; Arih Wira Suranta, Jaksa dan Yuniar Sinar Pamungkas, Kasi Kamnegtibum dan TPU di Kejati DKI Jakarta.
Namun, para saksi tidak memenuhi panggilan. Sampai saat ini, penyidik KPK pun belum menerima informasi alasan ketidakhadiran.
"Penyidik akan mempertimbangkan memanggil kembali sesuai kebutuhan penanganan perkara," tukas Febri.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Aspidum Kejati DKI Jakarta Agus Winoto, seorang pengacara bernama Alvin Suherman dan Sendy Perico dari pihak swasta atau pihak yang berperkara sebagai tersangka.
Sendy Perico telah dilarang KPK untuk bepergian ke luar negeri atau meninggalkan Indonesia. Selain Sendy, KPK juga melarang dua orang lainnya, yakni Tjhun Tje Ming serta satu jaksa pada Kejati DKI, Arih Wira Suranta. Ketiga orang itu dilarang bepergian ke luar negeri sejak 29 Juni 2019.
Dalam konstruksi perkara dijelaskan bahwa tersangka Sendy melaporkan pihak lain yang menipu dan melarikan uang investasinya sebesar Rp11 miliar.
Sebelum tuntutan dibacakan, Sendy dan Alfin telah menyiapkan uang untuk diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum. Uang ini diduga ditujukan untuk memperberat tuntutan kepada pihak yang menipunya.
Saat proses persidangan tengah berlangsung, Sendy dan pihak yang ia tuntut memutuskan untuk berdamai.
Setelah proses perdamaian rampung, pada Rabu (22/5), pihak yang ia tuntut meminta kepada Sendy agar tuntutannya hanya satu tahun.
Alfin kemudian melakukan pendekatan kepada Jaksa Penuntut Umum melalui seorang perantara. Perantara kemudian menginformasikan kepada Alfin bahwa rencana tuntutannya adalah selama dua tahun.
Alfin kemudian diminta menyiapkan uang Rp200 juta dan dokumen perdamaian jika ingin tuntutannya berkurang menjadi satu tahun.
Kemudian, Alfin dan Sendy menyanggupi permintaan tersebut dan berjanji menyerahkan syarat-syarat tersebut pada Jumat (28/6) karena pembacaan tuntutan akan dilakukan pada Senin (1/7).
Pada Jumat (28/6) pagi, Sendy menuju sebuah bank dan meminta Ruskian Suherman (pihak swasta) mengantar uang ke Alfin di sebuah pusat perbelanjaan di Kelapa Gading. Kemudian sekitar pukul 11.00 WIB, Sukiman Sugita, seorang pengacara mendatangi Alfin di tempat yang sama untuk menyerahkan dokumen perdamaian.
Setelah itu, masih di tempat yang sama pada pukul 12.00 WIB, Ruskian mendatangi Alfin untuk menyerahkan uang Rp200 juta yang ia bungkus dalam sebuah kantong kresek berwarna hitam.
Selanjutnya, Alfin menemui Yadi Herdianto selaku Kasubsi Penuntutan Kejati DKI Jakarta di kompleks perbelanjaan yang sama, untuk menyerahkan kantong kresek berwarna hitam yang diduga berisi uang Rp200 juta dan dokumen perdamaian.
Setelah diduga menerima uang, Yadi menuju Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menggunakan taksi.
Dari Yadi, uang diduga diberikan kepada Agus Winoto sebagai Aspidum Kejati DKI yang memiliki kewenangan untuk menyetujui rencana penuntutan dalam kasus ini.