Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Masinton Pasaribu berharap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terpilih mampu membangun sinergi dengan lembaga penegak hukum lain.
Lembaga tersebut seperti kepolisian dan kejaksaan, khususnya dalam hal pemberantasan korupsi.
"Melaksanakan fungsi trigger mechanism bagi kepolisian dan kejaksaan. Sehingga penindakan korupsi bukan hanya monopoli KPK," kata Masinto, Jakarta, Senin (19/8/2019).
Sejauh ini, kata Masinton, panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) sudah bekerja sesuai aturan melakukan seleksi terhadap mereka yang telah mendaftarkan diri.
"Dalam pengamatan kami Pansel Capim KPK sudah bekerja on the track melakukan tahapan penjaringan dan penyaringan terhadap bakal calon pimpinan KPK yang mendaftar ke Pansel," kata Masinton
Menurutnya, 40 nama capim KPK yang tersisa sampai hari ini telah melalui seleksi ketat, dimana Pansel Capim KPK juga meminta penelusuran rekam jejak terhadap delapan lembaga, seperti BIN, BNN, BNPT, Polri, Kejaksaan Agung, KPK, PPATK, hingga Dirjen Pajak.
Baca: Pawang Kuda Lumping Tewas Usai Atraksi Memecahkan Genteng Gunakan Kepala, Begini Kejadiannya
Baca: Natasha Wilona Menangis dan Marah Besar saat Diprank Felicya Angelista, Dianggap Rebut Caesar Hito
Baca: Pria Setubuhi dan Bunuh Sepupunya Sendiri yang Masih Berusia 15 Tahun, Mayatnya Ditinggal dalam Goa
Baca: Diperiksa Polisi, Salmafina Mengaku Sempat Tinggal di Apartemen Jo Ardis
"Harapan kami tentunya Pansel bisa membantu Presiden dan DPR dalam menyaring bakal calon pimpinan KPK yang terbaik dan mampu menjawab tantangan agenda pemberantasan korupsi Indonesia saat ini dan ke depan," ujarnya.
Masinton juga menyebut pimpinan KPK periode 2019-2023 harus memiliki visi dan misi merevitalisasi agenda pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK sesuai dengan mandat dan kewenangan dalam Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Menurutnya, nantinya pimpinan KPK harus punya keberanian menata internal institusi KPK karena di internal lembaga antirasuah itu saat ini ada pengelompokan atau faksi antar pegawai dan penyidik.
Kemudian, pimpinan KPK berani keluar dari pakem kerja KPK yang selama delapan tahun belakangan ini terjebak pada rutinitas agenda penyadapan dan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tanpa kejelasan target dari setiap operasi yang dilakukan.
"Karena KPK tidak menindaklanjuti dan merekomendasikan perbaikan sistem terhadap institusi yang bersangkutan dari setiap operasi tangkap tangan yang dilakukan," tuturnya.