Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menangani permasalahan kerusuhan yang terjadi di Manokwari, Papua Barat.
Effendi Simbolon meminta penyelesaian rusuh tersebut tidak ditangani oleh banyak pihak.
Baca: Massa Disebut Provokasi Narapidana dari Luar, 90 Persen Lapas di Sorong Hangus Dilalap Api
"Presiden bisa menunjuk siapa ya, satu pintu betul-betul apapun coming out going dari informasi hanya dari satu pintu. Ini kan berbeda-beda ini si A si B penanganannya berbeda-beda," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2019).
"Kemudian perlakuannya juga, kemudian penyebutannya juga berbeda, ada yang mengatakan ini KKSB (Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata), ada yang mengatakan ini komponen yang separatis macam macam, lebih baik tunggal gitu," imbuhnya.
Ia melihat, peristiwa yang terjadi di tanah Cendrawasih merupakan penggalangan opini, guna membawa isu referendum Papua Barat merdeka ke dunia internasional.
Baca: Alami Kerusakan, Bandara Domine Eduard Osok Sorong Masih Bisa Difungsikan
Effendi Simbolon juga menduga peristiwa tersebut berkaitan dengan pergerakan politik yang dilakukan kelompok masyarakat Pembebasan Papua Barat pimpinan Benny Wenda.
"Saya menduga seperti itu, karena ini di bulan yang sama,ada benang merahnya itu, jadi dia proxy sekali, betul-betul didesain, model isu internasional seperti ini pengalangan opininya dan ini puncaknya di bulan Desember ketika mereka maju di General Assembly (Majelis Umum) di PBB," pungkasnya.
Kerusuhan diduga dipicu konten negatif di media sosial
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan salah satu penyebab unjuk rasa berujung kerusuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8/2019) akibat terprovokasi konten negatif di media sosial.
Dedi Prasetyo mengatakan di media sosial banyak beredar konten negatif terkait penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang.
Baca: Rusuh di Manokwari, Kominfo Akui Batasi Internet untuk Tangkal Hoax
"Mereka boleh dikatakan cukup terprovokasi dengan konten yang disebarkan oleh akun di medsos terkait peristiwa di Surabaya," ujar Dedi Prasetyo saat menggelar konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (19/8/2019).
Konten yang dibangun di media sosial dan tersebar di antara warga Papua, lanjut Dedi Prasetyo, dapat membangun opini bahwa peristiwa penangkapan mahasiswa Papua adalah bentuk diskriminasi.
Bahkan, termuat praktik rasisme di sana.
Padahal, Dedi Prasetyo memastikan penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya itu sudah selesai secara hukum.