News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kemendagri: Satu Daerah Persiapan Otonom Baru Habiskan Anggaran Minimal Rp 300 M Per Tahun

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapuspen Kemendagri Bahtiar.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemendagri mengingatkan bahwa konsekuensi di sektor anggaran harus diperhatikan ketika mewacanakan penggabungan atau pemekaran daerah, seperti pengusulan Kota Bekasi bergabung dengan Jakarta.

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri mengatakan untuk mengurus satu daerah persiapan otonom baru pemerintah harus menyiapkan anggaran minimal Rp 300 miliar per tahun.

“Anggaran untuk mengurus satu daerah persiapan otonom baru antara Rp 300 sampai Rp 500 miliar per tahun. Padahal ada 315 permintaan penggabungan atau pemekaran daerah yang masuk ke Kemendagri sejak 2014, kemampuan anggaran negara tak akan cukup untuk mengakomodasi itu semua,” ungkap Bahtiar di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2019).

Baca: Ekonom Unisba: Riset Bappenas Bukti Program Pertanian Berkontribusi Paling Besar Membangun Negara

Baca: Kejuaraan Dunia 2019 : Kevin/Marcus Terhenti di Babak Pertama, Impian Raih Medali Emas Sirna

Bahtiar menjelaskan bahwa anggaran tersebut untuk mempersiapkan transisi ke bentuk pemerintahan administratif yang baru seperti pembangunan kantor DPRD, kecamatan, kelurahan, lalu pegawai hingga sarana dan prasaranan penunjang mobil dan sebagainya.

Oleh karena tujuan pembangunan pemerintah yang sekarang sedang fokus pada pembangunan infrastruktur dan pembangunan sumber daya manusia, Bahtiar menilai pemerintah pusat akan teguh pada moratorium untuk tidak melakukan penggabungan atau pemekaran wilayah yang sudah dilakukan sejak 2014.

Bahtiar menegaskan bahwa tujuan pemerintah sekarang adalah lebih kepada menyelesaikan masalah yang biasanya menjadi argumen permintaan penggabungan atau pemekaran wilayah daripada mengabulkan permintaan penggabungan atau pemekarang wilayah tersebut.

“Biasanya argumen permintaan penggabungan atau pemekaran wilayah adalah soal pelayanan publik, lalu keluhan soal sarana dan prasarana seperti ketersediaan rumah sakit, puskesmas, layanan pendidikan hingga aksesibilitas seperti jalan serta konektivitas antardaerah dan antarpulau.”

“Jadi pilihan fokus pembangunan pemerintahan saat ini adalah menyelesaikan masalah-masalah itu seperti yang sudah dilakukan seperti pembangunan infrastruktur yang digalakkan selama lima tahun ini dan lima tahun ke depan di samping pembangunan sumber daya manusia,” tegas Bahtiar.

Bahtiar kemudian menjelaskan bahwa proses penggabungan atau pemekaran daerah akan menyita waktu yang tidak sebentar serta melalui proses yang panjang.

“Yang pertama adalah syarat dasar kewilayahan seperti jumlah penduduk, luas wilayah, cakupan wilayah, dan lain-lain. Lalu ada syarat administratif yang harus dipenuhi. Kemudian syarat kapasitas daerah yang meliputi kemampuan fiskal serta kemampuan daerah yang bersangkutan untuk berkembang,” jelasnya.

Semua syarat itu menurut Bahtiar harus disetujui bersama mulai dari bupati, walikota, dan gubernur terkait hingga DPRD setempat.

“Jika disetujui baru semua syarat diajukan kepada pemerintah pusat melalui Kemendagri, DPR RI, dan DPD RI. Jika disetujui lalu DPR RI dan DPD RI membentuk tim independen untuk mengkaji apakah daerah yang mengajukan layak digabungkan atau dimekarkan,” imbuhnya.

Bahtiar kemudian menegaskan jika daerah yang mengajukan dinilai layak oleh tim independen untuk digabungkan atau dimekarkan, maka langkah selanjutnya pembentukan daerah persiapan sebelum menjadi daerah otonom baru.

“Jadi tidak tiba-tiba ada daerah otonom baru, nanti ada daerah persiapan yang dipimpin aparatur sipil negara atau ASN yang memenuhi syarat karena belum ada DPRD-nya kan. Dan daerah persiapan itu minimal harus berjalan tiga tahun untuk disebut layak atau tidak, jadi panjang prosesnya,” jelas Bahtiar secara panjang lebar.

Secara tersirat Bahtiar mengatakan kecil peluang untuk melaksanakan penggabungan atau pemekaran daerah karena pemerintah pusat sampai sekarang masih berpegang teguh pada moratorium yang diberlakukan sejak 2014.

Yaitu moratorium untuk tidak melakukan penggabungan atau pemekaran daerah sampai waktu yang tidak ditentukan.

“Untuk mencabut moratorium itu harus ada dua regulasi yang disiapkan yaitu peraturan pemerintah tentang penataan daerah dan peraturan pemerintah tentang desain besar penataan daerah. Dan moratorium itu diberlakukan tidak secara tiba-tiba tetap berdasarkan keputusan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang dipimpin Wakil Presiden dan Mendagri sebagai sekretaris disertai unsur pemerintah daerah,” imbuh Bahtiar.

“Hingga saat ini pemerintah masih teguh pada moratorium dan fokus pada penyelesaian masalah yang menjadi argumen ketimbang menyetujui pengajuan penggabungan atau pemekaran daerah. Jadi nilai sendiri saja bagaimana peluangnya,” pungkas Bahtiar.

Wacana penggabungan Kota Bekasi dan Jakarta dimulai dari usul Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto untuk membentuk Provinsi Bogor Raya yang rencananya akan mencaplok wilayah Kita Bekasi juga.

Namun usul itu ditolak oleh Walikota Bekasi Rahmat Effendy dengan argumen Kota Bekasi berumur lebih tua daripada Kota Bogor.

Rahmat Effendy menegaskan pihaknya lebih memilih untuk bergabung dengan Jakarta dengan alasan kedekatan kultur dan ketersediaan APBD yang lebih besar di ibukota.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini