Ibu Kota Pindah ke Kalimantan Timur, Ini yang Harus Diwaspadai Pemerintah
TRIBUNNEWS.COM - Isu kepindahan Ibu Kota Negara RI yang baru di Kalimantan semakin jelas dan mendapat titik terang.
Yang terbaru seperti diberitakan Komps.com, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Sofyan Djalil menyebut lokasi Ibu Kota baru itu berada di Provinsi Kalimantan Timur.
Akan tetapi, Sofyan Djalil masih belum mau mengungkapkan di mana letak persisnya lokasi ibu kota baru tersebut.
Sofyan tak ingin membocorkan lokasi tersebut sebelum memastikan ketersediaan lahan di lokasi yang ditunjuk sebagai Ibu Kota baru.
"Iya Kaltim benar. Tapi belum tahu lokasi spesifiknya di mana," ujar Sofyan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Menurut Sofyan, ketika Presiden Jokowi memutuskan secara pasti loaksi yang akan dijadikan Ibu Kota, pihaknya akan mengamankan kepemilikan lahannya.
"Begitu diputuskan di mana lokasinya, akan kami kunci (lahannya)," ucap dia.
Baca: Fakta Pemindahan Ibu Kota Baru ke Kalimantan Timur, Wali Kota Balikpapan Merasa Tak Kaget
Baca: Momentum Jokowi Pindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Dinilai Tepat
Namun satu hal harus diwaspadai pemerintah setelah ditetapkannya Kalimantan Timur sebagai ibu kota yang baru yakni mengenai adanya spekulan tanah.
Direktur Riset Core, Piter Abdullah Redjalan mengungkapkan, bahaya yang ditimbulkan dari adanya spekulan tanah.
Piter berkaca pada kasus yang terjadi di Yogyakarta ketika pemindahan Bandara Internasional Yogyakarta.
"Itu pernah terjadi protes keras Sultan HB X waktu pemindahan Bandara Internasional Yogyakarta karena pada waktu itu dia mau masuk pembebasan lahan di sana," jelas Piter dikutip dari Kompas.com.
"Ternyata lahan-lahan di lokasi sudah dimiliki spekulan. Itu yang seharusnya dicegah pemerintah," sambungnya.
Selain itu, kasus yang sama sempat muncul ketika Ibu Kota diisukan pindah di daerah Jonggol.
"Dari kepindahan seperti ini, seperti dulu isu pemindahan ibu kota ke Jonggol, yang terjadi ini didahului oleh spekulan."
"Sehingga yang terjadi, spekulan masuk terlebih dulu lantas membeli tanah-tanah di sana dengan murah."
"Kemudian mereka berharap dapat ganti rugi yang lebih besar nanti," jelas Piter.
Akibat munculnya spekulan, masyarakat tidak bisa mendapatkan keuntungan yang cukup karena tanahnya telah dibeli dengan harga yang lebih murah terlebih dahulu.
(Tribunnews.com/Tio)