Namun, Presiden masih merahasiakan lokasi dan provinsi spesifik yang bakal menjadi ibu kota baru.
Dalam dokumen yang diterima Kompas.com, Selasa (20/8/2019), ibu kota baru akan mengusung visi sebagai katalis peningkatan peradaban manusia Indonesia.
Dokumen tersebut berlogo Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di sudutnya.
Baca: Penajam Masuk Calon Ibu Kota Baru RI di Kalimantan Timur, Begini Peluang & Kondisi Sumber Airnya
Baca: Rocky Gerung Kritik Keras Ibu Kota Pindah: Zaman Modern, Pemerintahan Bukan di Istana, tapi di Otak
Saat dikonfirmasi, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja membenarkan dokumen tersebut.
Namun, ia memastikan, bahwa dokumen yang beredar masih sebatas gagasan.
"Masih konsep desain," tulis Endra melalui layanan pesan singkat kepada Kompas.com.
Spekulan tanah
Sebelumnya, Di Kalimantan Timur, lahan kawasan sekitar Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, salah satu calon ibu kota negara, juga mulai diincar investor.
Bahkan, ada yang menanyakan harga tanah di lahan konservasi. Mereka mengaku pengusaha dari Jakarta. ”Katanya ingin buat perkantoran. Tahura itu wilayah konservasi dan milik negara sehingga tidak bisa,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Tahura Bukit Soeharto, Rusmadi.
Presiden Jokowi mengunjungi kawasan itu pada Mei 2019. Sejak itu, gejolak jual beli lahan muncul. Menyusuri Jalan Soekarno-Hatta dari Km 38 hingga Km 50, Rabu (7/8), setidaknya ada tiga plang menawarkan tanah dijual.
Padahal, kawasan itu masuk Tahura Bukit Soeharto. Lahan itu berada di jalan utama Balikpapan-Samarinda dan dikunjungi Presiden, Mei lalu.
Saat dihubungi, penjual bernama Kus itu berada di Makassar, Sulawesi Selatan. Ia hendak menjual tanah 1 ha seharga Rp 1,5 juta per meter persegi. Plang dipasang sejak Juli 2019.
”Februari tahun depan mungkin saya jual Rp 5 juta per meter persegi. Surat sedang kami urus. Ini tak masuk kawasan tahura,” kata Kus. Saat dicek ke kelurahan, lahan itu masuk kawasan konservasi.
Enam bulan lalu, perusahaan tambang membeli tanah warga luar tahura Rp 600 juta per ha. ”Lokasinya di Samboja dan harga itu cukup tinggi,” kata Sekretaris Lurah Bukit Merdeka Antonius K Pakalla.