TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan Indonesia perlu melibatkan komunitas internasional untuk menyelesaikan persoalanPapua.
Namun, anggota Komisi I DPR RI Sukamta dari Fraksi PKS, hal tersebut tidak perlu.
"Saya kira yang diperlukan saat ini keseriusan Pemerintah dalam mengatasi akar persoalan yang ada di Papua agar tidak berlarut-larut kembali," kata Sukamta melalui keterangannya, Sabtu (24/8/2019).
Sekretaris Fraksi PKS ini mengharapkan Gubernur Papua Lukas Enembe semestinya ikut mendorong penyelesaian masalah secara nasional.
"Sebagai Gubernur mestinya harus percaya kemampuan Pemerintah. Sampaikan akar persoalan sesungguhnya di Papua serta usulan penyelesaian masalahnya. Saya kira yang seperti ini akan lebih konstruktif," jelasnya.
Ia juga merasa heran jika otonomi khusus yang sudah berlangsung sejak 2001 dan anggaran ratusan triliun rupiah untuk pembangunan Papua, dianggap Lukas tidak ada perubahan.
"Jika pernyataan Gubernur ini benar, berarti ada yang salah dalam kebijakan Pemerintah selama ini. Saya kira perlu ada evaluasi secara utuh terhadap kebijakan dan program yang sudah berjalan. Mengapa hak istimewa yang sudah dimiliki Papua tidak mampu mengatasi masalah," tuturnya.
Namun demikian, legislator asal Yogyakarta ini berharap Pemerintah terlebih dahulu fokus untuk menyelesaikan penyebab kerusuhan yang terjadi di beberapa tempat di Papua.
Pemerintah tidak perlu berspekulasi bermacam-macam yang akan memperlebar permasalahan.
Sukamta juga berharap Pemerintah mengurangi kerja-kerja simbolis berupa kunjungan pejabat.
"Harus fokus dulu untuk selesaikan persoalan yang ada di depan mata terkait aksi-aksi yang terjadi. Adanya spekulasi keterlibatan KKSB dalam kericuhan ini, jangan sampai mengganggu fokus mengembalikan situasi yang kondusif," pungkasnya.
Lukas Enembe Bicara Papua
Saat hadir sebagai narasumber dalam program MataNajwa, Rabu (21/8/2019) malam, Gubernur Papua Lukas Enembe angkat bicara terkait kondisi daerahnya pascakerusuhan di Papua Barat selama dua hari di Manokwari Senin (21/9/8/2019) dan Fakfak, Rabu (21/8/2019).
Kasus tersebut dipicu adanya penangkapan terhadap 43 mahasiswa Papua di Surabaya, dengan tudingan merusak bendera Indonesia, Sabtu (17/8/2019).