Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK (Pansel Capim KPK) agar tidak terlalu reaktif merespon saran masukan hingga kritik dari masyarakat terkait proses seleksi Capim KPK periode 2019-2023.
"KPK mengajak dan berharap pada Pansel agar tidak reaktif dan resisten dengan masukan publik. Pansel KPK cukup membuktikan Integritas dan kinerjanya dengan bekerja semaksimal mungkin memilih calon pimpinan KPK yang kredibel dan berintegritas," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada pewarta, Senin (26/8/2019).
Menurut Febri, kritik dan masukan dari masyarakat kepada Pansel tak perlu disikapi secara reaktif dan resisten.
Menurutnya kritik merupakan sesuatu yang wajar dan mesti disikapi dengan bijak sebagai masukan dan bahan evaluasi.
Baca: KiosTix Dan Traveloka Sharing Peluang Industri Event dan Pariwisata di Era Digital
Baca: Pria di Lampung Ini Membunuh Pengancam Sang Kakak
Baca: Sambut Hari Kemerdekaan, Brazilian Soccer Schools Gelar Costumer Loyalty
"Kritik dalam pelaksanaan tugas publik adalah hal yang wajar dan semestinya dapat kita terima dengan bijak," ujarnya.
Febri menegaskan, KPK juga kerap mendapatkan sejumlah kritikan dari masyarakat dan menjadikan kritikan tersebut sebagai evaluasi, bukan malah bersikap resisten dan reaktif.
Sebab, kritik tersebut adalah bentuk kepedulian dari masyarakat.
"KPK juga sering dikritik oleh masyarakat, tapi itu kami letakkan sebagai masukan dan saran yang harus diterima dan didalami. Karena kami paham, KPK adalah milik publik, milik masyarakat Indonesia," tegas Febri.
Terlebih, lanjut Febri, Pansel dibentuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan seleksi Capim KPK Jilid V kali ini.
Karenanya, publik berhak mengawal dan meluruskan kinerja Pansel dalam proses seleksi Capim KPK.
"KPK mengajak semua pihak mengawal hal ini. Hal krusial yang perlu kita pahami bersama, Pansel Capim KPK dibentuk oleh Presiden, sehingga seluruh tugas yang dilaksanakan Pansel Capim KPK tersebut dilaksanakan dalam amanat dan marwah dari Presiden," katanya.
Baca: 5 Negara yang Pernah Pindah Ibu Kota
Baca: Korban Selamat Pembantaian ABK KM Mina Sejati: Ingin Tetap Hidup demi Temani Anak dan Cucu
Sebelumnya, Pansel Capim KPK kerap melakukan reaksi keras atas masukan dari masyarakat terkait 20 orang Capim yang teridentifikasi KPK memiliki catatan buruk yakni dugaan pelanggaran kode etik dan pernah merintangi atau menghambat kinerja KPK.
Dua orang itu diduga berasal dari instusi kepolisian.
Seperti disampaikan Koalisi Kawal Capim KPK, calon pimpinan yang dianggap pernah bermasalah yaitu Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal (Wakabareskrim) Polri Inspektur Jenderal Antam Novambar dan Kapolda Sumatera Selatan Irjen Firli.
Koalisi menyebut Antam diduga pernah mengintimidasi eks Direktur Penyidikan KPK Endang Tarsa.
Antam diduga meminta Endang bersaksi agar meringankan Komisaris Jenderal Budi Gunawan (saat ini Kepala BIN) yang dijerat sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh KPK pada 2015 silam atau biasa terkenal dengan kasus 'Rekening Gendut'.
Selanjutnya, Irjen Firli yang merupakan eks Deputi Penindakan KPK diduga melakukan pertemuan dengan salah seorang kepala daerah yang sedang dibidik KPK dalam sebuah kasus korupsi.
Akibat ulahnya itu Firli dianggap melanggar kode etik KPK.
Baca: Langkah Penting Dilakukan Cepat Persita Tangerang Demi Promosi ke Liga 1 2020
Baca: Datangi Polda, Hotman Paris Beri Ancaman Tegas ke Farhat Abbas: Tiada Maaf Bagimu, Hukum Jalan Terus
Firli dinyatakan melanggar poin integritas angka 2 Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2013 yang melarang pegawai KPK karena mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang diketahui oleh penasihat atau pegawai terkait perkara sedang ditangani oleh KPK, kecuali dalam melaksanakan tugas.
Namun, Firli belum diberikan sanksi, dia hanya ditarik kembali oleh institusi Polri dan menjadi Kapolda Sumatera Selatan.
Kemudian, dia mencalonkan sebagai Capim KPK Jilid V kali ini.
"Jika KPK dan lembaga atau unsur masyarakat menyampaikan hasil tracking atau masukan secara terbuka dan menyebutkan nama-nama mereka di ruang publik silahkan saja. Namun jika itu belum merupakan kebenaran/punya kepastian hukum tentu pihak-pihak tersebut memiliki konsekuensi hukum dengan capim yang bersangkutan," kata Anggota Pansel Capim KPK Hendardi beberapa waktu lalu dalam keterangannya.