Dalang kerusuhan di Papua akhirnya terungkap. Kelompok dan organisasi penentang pemerintah diduga menjadi aktor di balik kerusuhan.
TRIBUNNEWS.COM - Skenario dalang kerusuhan di Papua akhirnya terungkap.
Aktor kerusuhan di berbagai daerah di Papua dan Papua Barat tersebut diduga merupakan kelompok dan organisasi penentang pemerintah.
Hal ini diungkap oleh Mabes Polri.
Dilansir Tribunnews, ternyata terdapat penjarahan sejumlah toko di Manokwari, Papua Barat, satu malam sebelum terjadi pembakaran kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPR) dan Majelis Rakyat Papua (MRP) setempat, Senin, (19/8/2019).
Baca: Soal Kerusuhan di Papua, Kemenkominfo Minta Masyarakat Dewasa Bermedia Sosial
Baca: Kabar Terkini Kasus Kerusuhan di Papua, Tri Susanti Diperiksa hingga Curhatan Masyarakat Papua
Baca: Soal Kerusuhan Papua, Jokowi Unggah Foto, Sebut Sudah Minta Maaf dan Undang Tokoh ke Istana
"Dari kejadian di Manokwari, sebelum kejadian pembakaran kantor DPR dan MRP Papua Barat, malam sebelumnya, sudah terjadi aksi penjarahan pengambilan barang-barang di beberapa toko," ungkap utusan Mabes Polri, Irjen Pol Paulus Waterpauw, saat ditemui di Jayapura, Sabtu (24/8/2019) malam.
Waterpauw adalah utusan Mabes Polri guna menenangkan situasi Papua dan Papua Barat.
Menurut Waterpauw, dirinya diutus Mabes Polri sebagai mediator sekaligus fasilitator antara pemerintah dan seluruh komponen masyarakat yang ada di Tanah Papua.
Oleh karena itu, dia berupaya membangun komunikasi dengan semua pihak.
"Kami terus bangun komunikasi, agar semua pihak melihat permasalahan yang terjadi secara jernih dan murni," ujarnya.
Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri itu mengungkapkan, pihak kepolisian telah mengungkap skenario di balik kerusuhan Papua.
Disebut-sebut, dalang dari kerusuhan di Papua adalah kelompok tertentu yang melawan pemerintah.
"Artinya, peristiwa yang terjadi di Tanah Papua diduga adalah skenario dari kelompok tertentu yang melawan pemerintah untuk membuat kekacauan. Ini kan tidak wajar, biasanya penjarahan terjadi saat momen bersamaan dengan aksi demo atau keributan, dimana biasanya memanfaatkan situasi, untuk melakukan aksi kriminal," ujar Waterpauw.
Ia melanjutkan, aktor di balik skenario membuat kekacauan di Tanah Papua, bukan kelompok sembarangan.
Kelompok tersebut dipandang memiliki kemampuan besar.
"Ini bukan kerjaan orang biasa, tapi orang yang punya kemampuan. Di sini saya menduga ada kelompok keras yang melawan pemerintah dan mungkin berafiliasi dengan organisasi yang selama ini melawan negara di Indonesia," terang Waterpauw.
Ia juga mengatakan, dugaan tersebut telah terindikasi sejak peristiwa di Malang terjadi.
Namun, Waterpauw enggan mengatakan siapa kelompok yang dimaksud.
"Bahkan indikasi itu sudah dapat di Malang, namun saya tak etis mengatakannya, karena saya tidak punya kewenangan mendalami seperti itu, tugas saya selain ikut menenangkan Papua juga mediator dan fasilitator untuk berbagai pihak," kata Waterpauw.
Terkait peristiwa rusuh di Manokwari, sudah ditetapkan 3 tersangka.
Mereka terlibat dalam pembobolan ATM dan pembakaran.
"Masih dikembangkan lagi untuk pelaku-pelaku lainnya," kata Waterpauw.
Untuk peristiwa di Fakfak, polisi juga masih mendalami dengan mengumpulkan bukti serta keterangan beberapa saksi.
"Kami agak kesulitan untuk menangkap para pelaku dan menerapkan hukum positif di Fakfak karena termasuk konflik komunal, kami masih kumpulkan bukti dan keterangan saksi," ujar Waterpauw.
Sementara itu, warga binaan Lapas Sorong yang sempat kabur, sudah sebagian yang kembali ke Lapas.
"Sebagian tahanan sudah kembali, mereka kabur karena kebakaran," lanjutnya.
Mulai Kondusif
Secara umum, kondisi Papua dan Papua Barat pascakerusuhan telah kondusif.
"Hari ini kondisi Papua dan Papua Barat aman kondusif tenang dan terkendali," ujar Waterpauw, Sabtu (24/8/2019) lalu.
Menurut Waterpauw, negara sangat peduli dengan permasalahan ini dan diharapkan secepatnya tuntas.
"Sekarang persoalan ini langsung diatasi negara dengan mengutus Menkopolhukam, Kapolri dan Panglima TNI ke Papua Barat, sehingga masyarakat dapat langsung menyampaikan pesan-pesannya kepada presiden," ujar dia.
Untuk itu, semua pihak sebaiknya bersabar dengan langkah-langkah yang sudah dijalankan.
"Harapannya semua tetap sabar, tenang dan saling mengalah satu dengan yang lain dama menyikapi persoalan yang sudah terjadi," ucapnya.
Ia juga mengungkapkan, kasus dugaan rasis yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya sedang ditangani oleh Polda Jawa Timur dan Polrestabes Surabaya.
Penuturan Gubernur Papua di Mata Najwa
Saat hadir sebagai narasumber dalam program MataNajwa, Rabu (21/8) malam, Gubernur Papua Lukas Enembe angkat bicara terkait kondisi daerahnya pascakerusuhan di Papua Barat selama dua hari di Manokwari Senin (19/8) dan Fakfak, Rabu (21/8).
Kasus tersebut dipicu adanya penangkapan terhadap 43 mahasiswa Papua di Surabaya dengan tudingan merusak bendera Indonesia, Jumat (16/8/2019).
Lukas meminta aparat yang melontarkan ujaran rasis terhadap mahasiswa Papua ditangkap.
Menurutnya, kasus rasisme terhadap warga Papua sudah berlangsung lama dan berulang.
Ini menyangkut harkat dan martabat orang Papua.
"Karena itu bukan sekali mereka sampaikan. Sudah banyak kali di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Ya pasti mereka tidak terima. Selama orang Papua dihinakan, direndahkan martabatnya, itu pasti mereka ribut," kata Lukas.
Lebih lanjut, Lukas menyatakan dirinya sudah berkomunikasi dengan mahasiswa Papua di Surabaya yang pada akhir pekan lalu mendapatkan persekusi dan ujaran rasis.
Para mahasiswa itu, kata Lukas, sudah memberikan laporan kepadanya.
Namun, anggota Komisi I DPR RI Sukamta, hal tersebut tidak perlu.
"Saya kira yang diperlukan saat ini keseriusan Pemerintah dalam mengatasi akar persoalan yang ada di Papua agar tidak berlarut-larut kembali," kata Sukamta.
Sukamta mengharapkan Gubernur Papua Lukas Enembe semestinya ikut mendorong penyelesaian masalah secara nasional.
"Sebagai Gubernur mestinya harus percaya kemampuan Pemerintah. Sampaikan akar persoalan sesungguhnya di Papua serta usulan penyelesaian masalahnya. Saya kira yang seperti ini akan lebih konstruktif," jelasnya.
Profil Benny Wenda, Sosok yang Disebut Anggota DPR RI Sebagai Tokoh Dibalik Kerusuhan di Papua
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) masih menyelidiki pihak-pihak yang terkait dengan aksi mula kerusuhan di Papua tersebut.
Anggota Komisi I DPR RI, Effendi Simbolon, menyebutkan nama Benny Wenda sebagai tokoh dibalik kerusuhan yang terjadi di Papua akhir-akhir ini.
Kader PDI-P itu beranggapan, kerusuhan di Papua berkaitan dengan pergerakan politik yang dilakukan kelompok Pembebasan Papua Barat (ULMWP) yang dipimpin Benny Wenda.
Effendi mengatakan, rangkaian insiden rusuh yang bermula dari tindakan represif polisi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, telah didesain untuk menciptakan kerusuhan.
"Dugaan saja bahwa ini di bulan ini, di belahan dunia lainnya juga sedang mereka lakukan pergerakan," kata Effendi Simbolon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2019).
"Ada pergerakan politik mereka. Di belahan Melanesia sana sedang ada sebuah konferensi yang sifatnya dalam rangka memunculkan isu Papua Barat merdeka."
"(Mereka) kelompok masyarakat Papua, yang dikomandani oleh Benny Wenda yang sekarang ada di Oxford, Inggris," ungkapnya.
Menurutnya, ada tujuan yang akan dicapai jika kerusuhan terus berlangsung.
Isu Papua Barat merdeka akan terus digelorakan, bahkan hingga dunia internasional, melalui argumen pemerintah melakukan tindakan represif dan rasisme terhadap warga Papua.
Bisa saja, kelompok Benny Wenda membawa persoalan tersebut ke sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Saya menduga seperti itu, karena ini di bulan yang sama, ada benang merahnya itu, jadi dia proxy sekali, betul-betul didesain, model isu internasional seperti ini pengalangan opininya dan ini puncaknya di bulan Desember ketika mereka maju di General Assembly (Majelis Umum) di PBB," kata Effendi.
Untuk itu, dirinya mengingatkan pemerintah agar tidak menganggap remeh persoalan tersebut.
"Dan saya ingatkan sekali lagi pemerintah jangan kecolongan. Kita adalah wakil tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Tapi hati-hati, justru media itu juga yang akan lakukan untuk menyudutkan posisi tawar kita," paparnya.
Sosok Benny Wenda memang mendapat sinyal waspada dari pemerintah Indonesia.
Pasalnya, Benny Wenda merupakan penggerak gerakan separatisme di Indonesia.
Benny Wenda masih memperjuangkan Papua Barat untuk merdeka dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Berikut profil Benny Wenda, dirangkum Tribunnews dari berbagai sumber :
1. Jadi Ketua United Liberation Movement for West Papua
Benny Wenda merupakan Ketua dari United Liberation Movement for West Papua.
Organisasi tersebut difokuskan untuk menggalang bantuan bagi kemerdekaan Papua.
Saat rezim Orde Baru Soeharto tumbang, ia semakin gigih memperjuangkan hak-haknya lewat berbagai program yang disusunnya.
Salah satunya, melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka).
Gerakan referendum dari rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri semakin menguat di era Benny Wenda.
Ia terlibat dalam lobi-lobi politik kepada para pemimpin Indonesia.
Hingga puncaknya terjadi di era Presiden Megawati Soekarnoputri, di mana Papua akhirnya diberi status sebagai daerah Otonomi Khusus.
2. Sempat Mendekam 25 Tahun di Penjara
Akitivitas Benny Wenda tersebut membuatnya harus meringkuk di terali besi dan dihukum 25 tahun penjara.
Benny Wenda berhasil melarikan diri dari ketatnya penjara Indonesia pada 27 Oktober 2002.
Pelariannya dibantu oleh aktivis kemerdekaan Papua Barat.
Ia kemudian diselundupkan melintasi perbatasan menuju Papua Nugini.
3. Bermukim di Inggris
Gerakannya semakin leluasa saat Benny Wenda dibantu oleh sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris.
Di Negeri Ratu Elizabeth itulah dirinya kini bermukim.
Benny Wenda masuk ke Inggris sejak tahun 2002, setelah mendapat suaka dari Pemerintah Inggris.
Kemudian, Benny Wenda aktif mengampanyekan kemerdekaan Papua dari Indonesia dari jarak jauh.
4. Aktif Membangun Aliansi
Perjuangan Benny Wenda dalam menggalang kemerdekaan Papua termasuk sangat gigih.
Sejumlah dukungan mengalir dari sejumlah negara yang tergabung dengan Melanesian Spearhead Group (MSG) seperti Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu.
Di Indonesia, Benny Wenda juga berhasil membangun aliansi dengan sejumlah tokoh OPM seperti Buchtar Tabuni, Goliath Tabuni, dan lainnya.
Benny Wenda cenderung memilih pendekatan lewat jalur lobi, diplomasi, dan anti-kekerasan.
Ia sempat mengirimkan surat terbuka kepada pemimpin Polri yang kala itu dijabat oleh Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
5. Buat Kampanye Free West Papua
Benny Wenda membuat sebuah kampanye dalam situs freewestpapua.org.
Kampanye Free West Papua diluncurkan pada 2004 di Oxford, Inggris.
Free West Papua kemudian berkembang menjadi organisasi sukarela dan memiliki kantor di Oxford.
Selain di Inggris, Free West Papua juga memiliki markas di Den Haag (Belanda), Port Moresby (Papua Nugini), dan Perth (Australia).
Mengutip dari freewestpapua.org, tujuan dari kampanye tersebut adalah memberikan rakyat Papua Barat kebebasan untuk memilih nasib mereka sendiri melalui referendum.
6. Pernah Jadi Pembicara di TedxSidney
Benny Wenda pernah menjadi pembicara bersama rekan sekaligus pengacaranya, Jennifer Robinson, di TEDxSydney, 2013 silam.
Jennifer Robinson adalah seorang pengacara hak asasi manusia dan Direktur Advokasi Hukum di Bertha Philanthropies di London.
Dia menciptakan program global untuk menginspirasi dan mendukung pengacara muda ke dalam hukum kepentingan umum.
Dalam TEDx Talks tersebut, Jennifer dan Benny Wenda menceritakan kisah hidup lelaki tersebut.
Mereka juga membicarakan tentang perjuangan Benny Wenda sebagai pemimpin kelompok Pembebasan Papua Barat.
7. Dapat Penghargaan dari Oxford
Benny Wenda mendapat penghargaan sebagai peaceful campaigner for democracy alias pengampanye perdamaian untuk demokrasi.
Penghargaan Oxford Freedom of the City Award itu diberikan pada tanggal 17 Juli 2019.
Hal tersebut disampaikan oleh Benny Wenda melalui cuitan akun Twitter-nya, @BennyWenda, pada 18 Juli 2019 lalu.
Sementara itu, dilansir Kompas.com, pemerintah Indonesia mengecam penghargaan yang diberikan Dewan Kota Oxford kepada Benny Wenda.
Hal itu disampaikan pemerintah Indonesia melalui keterangan tertulis di situs resmi Kementerian Luar Negeri, Kamis (18/7/2019).
"Indonesia mengecam keras pemberian award oleh Dewan Kota Oxford kepada seseorang bernama Benny Wenda, pegiat separatisme Papua yang memiliki rekam jejak kriminal di Papua," tulis Kemenlu dalam keterangan tertulis tersebut.
Pemerintah Indonesia menilai Dewan Kota Oxford tak memahami rekam jejak Benny yang terlibat dalam permasalahan separatisme di Papua.
Padahal, pemerintah menyatakan, saat ini Papua telah mengalami kemajuan di bidang pembangunan.
Meski demikian, Indonesia meyakini pemberian penghargaan tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan sikap pemerintah Inggris terhadap Indonesia.
Pemerintah meyakini Inggris mendukung penuh Indonesia dalam menjaga kedaulatannya.
"Indonesia menghargai sikap tegas Pemerintah Inggris yang konsisten dalam mendukung penuh kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia dan karenanya sikap Dewan Kota Oxford tidak punya makna apapun," papar Kemenlu.
"Posisi Indonesia terhadap kelompok separatisme akan tetap tegas. Indonesia tidak akan mundur satu inci pun untuk tegakkan NKRI," sambung Kemenlu.