"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, Manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar terkait proyek EKTP ini," kata Saut.
Terkait peran Husni Fahmi, Saut memaparkan sebelum proyek e-KTP dimulai pada 2011, tersangka Husni diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor.
Padahal, ujar Saut, Husni dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang.
"HSF (Husni Fahmi) ikut dalam pertemuan di Hotel Sultan bersama Irman, Sugiharto, Andi Agustinus. Dalam pertemuan tersebut diduga terjadi pembahasan tentang proyek e-KTP yang anggaran dan tempatnya akan disediakan oleh Andi Agustinus," ucap Saut.
Dalam pertemuan tersebut, kata Saut, Husni diduga ikut mengubah spesifikasi, Rencana Anggaran Biaya, dengan tujuan peningkatan harga (mark up) anggaran.
Setelah itu, Husni Fahmi sering melapor terhadap Sugiharto.
Husni, dalam kasus ini diberi tugas untuk berhubungan dengan vendor dalam hal teknis proyek e-KTP.
Ia juga pernah diminta Irman untuk mengawal konsorsium, yakni PNRI, Astragraphia, dan Murakabi Sejahtera.
Husni ditugaskan untuk membenahi administrasi supaya konsorsium itu dipastikan lolos dan ditunjuk menggarap proyek e-KTP.
Husni Fahmi juga diduga tetap meluluskan tiga konsorsium, meskipun ketiganya tidak tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware Security Modul (HSM) dan Key Management System (KMS).
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, tersangka HFS diduga diperkaya USD20 ribu dan Rp10 juta," kata Saut.
Terkahir, peran tersangka Paulus Tannos bermula sebelum proyek e-KTP dimulai pada 2011.
Paulus Tannos diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor termasuk dan tersangka Husni dan Isnu Edhi di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.
Padahal Husni dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang.