Pertemuan-pertemuan tersebut, kata Saut, berlangsung selama kurang-lebih 10 bulan.
Dari pertemuan itu dihasilkan sejumlah output, di antaranya Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Penyusunan HPS ini pada 11 Februari 2011 ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri.
Paulus Tannos juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Narogong, Almarhum Johannes Marliem, dan Isnu Edhi untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen.
Pada pertemuan itu juga sekaligus soal skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto PT. Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek e-KTP ini," kata Saut.
Keempatnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor‎ sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, KPK telah lebih dulu menetapkan delapan orang sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Delapan orang tersebut yakni, Irman, Sugiharto, Anang Sugiana Sudihardjo, Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Andi Narogong, Made Oka Masagung, dan Markus Nari.