TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah menjalani tes kesehatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto Jakarta, sebanyak 20 calon pimpinan KPK menjalani tes wawancara dan uji publik secara bertahap di kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).
Panitia Seleksi (pansel) yang dipimpin Yenti Ganarsih memimpin sesi tes wawancara.
Sementara, uji publik terhadap 20 capim KPK dilakukan oleh panelis dari pansel dan melibatkan dua ahli. Keduanya adalah sosiolog Meutia Garni Rahman dan ahli hukum sekaligus pengacara salah satu tersangka di KPK, Luhut MP Pangaribuan. Dua tahapan itu berlangsung sekitar 1,5 jam.
Di antara capim KPK yang menjadi pusat perhatian dalam sesi tes uji publik adalah dua perwakilan dari Polri, yaitu Wakil Kepala Bareskrim, Irjen Antam Novambar dan Kapolda Sumatera Selatan sekaligus mantan Deputi Penindakan KPK dan mantan Kapolda NTB, Irjen Firli Bahuri.
Keduanya diklarifikasi soal sejumlah dugaan pelanggaran yang pernah dilakukannya keduanya hingga tingkat integritas dalam pemberantasan korupsi.
Baca: Viral Wanita Sopir Travel di Samarinda Ini Diduga Dilecehkan, Penumpang Pria Pamerkan Alat Kelamin
Baca: Belasan Saksi Diperiksa Terkait Pelecehan Seksual oleh Oknum Dosen Universitas Palangkaraya
Baca: Waketum Gerindra Benarkan Prabowo Miliki Lahan di Ibu Kota Baru: Kami Usul Bukan Kaltim tapi Jonggol
Anggota Pansel Capim KPK, Hamdi Muluk mengklarifikasi Antam soal dugaan dirinya pernah mengancam Endang Tarsa selaku Direktur Penyidikan KPK di depan umum. Antam Novambar membantah dan mengklarifikasi kabar itu.
"Empat tahun saya bertahan tidak pernah menjawab, saya bersiap untuk. Saya tidak pernah meneror Endang Tarsa. Ini ada saksinya," kata Antam saat tes wawancara dan uji publik.
Majalah Tempo dalam pemberitaan pada 20 Januari 2015, menyampaikan Antam diduga pernah mengancam Direktur Penyidik KPK kala itu, Kombes Endang Tarsa. Endang Tarsa disebut diminta menjadi saksi meringankan dalam perkara praperadilan penetapan sebagai tersangka KPK, Budi Gunawan.
"Alhamdulilah penguji dan wartawan, setiap kali saya ditanya Antam Novambar sebagai peneror, saya seakan punya pengalaman catatan kelam. Saya jawab nanti ada saatnya, dan sekarang lah saatnya. Saya empat tahun ini tidak jawab, saya tidak pernah meneror," tegas dia.
Lanjut panelis menanyakan Antam soal dugaan kepemilikan 'Rekening Gendut' hingga kepatuhannya dalam melaporkan Laporan Harta dan Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK. "Kayaknya saya enggak deh (rekening gendut). Saya lapor LHKPN tahun 2018, masuk 2019," jawab Antam.
Panelis tak mempercayai begitu saja. Sebab, pansel memiliki laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal dugaan aliran dana mencurigakan di rekening milik Antam. Bahkan, Ketua Pansel, Yenti Ganarsih menunjukkan laporan dari PPATK itu.
Lagi, Antam mempunyai alasan sendiri. "Seingat saya, saya kasih ke istri itu uang gaji, honor dan perjalanan dinas. Silakan dicek, kalau uang-uang jumlah besar itu usaha anak saya. Dia dari kecil sudah jadi pengusaha," jawab Antam.
Di hadapan panelis, Antam juga menyampaikan penolakan terhadap anggapan anggota Polri yang bertugas di KPK bisa memperlemah KPK. Menurutnya, hal itu hanya penggiringan opini.
Menurutnya, keberadaan anggota Polri di dalam KPK sudah berdasarkan proses seleksi ketat. Dan sejauh ini, tidak ada bukti Polri memperlemah KPK. Ia mencontohkan, anggota Polri yang masa dinasnya sudah selesai di KPK tidak pernah menghalangi kinerja KPK.