"Saya ini orang yang rajin mencatat. Saya juga bawa invoice, bisa saya bacakan nomornya. Tanggal 24 April istri saya bayar 50 juta, lalu 26 juni bayar Rp 5.174.450. Invoice ini keluar tanggal 28 Mei," kata Firli seraya menunjukkan invoice ke arah para panelis.
"Jadi tidak benar saya terima gratifikasi menginap di hotel. Saya punya harga diri, 35 tahun jadi polisi saya tidak pernah memeras dan meminta-minta pada siapapun. Ini penjelasan saya yang resmi. Selama ini saya selalu berdamai dengan diri saya," tambah dia.
Dalam tes tersebut, panelis juga mengkonfirmasi Firli soal dugaan pelanggaran etik sewaktu menjadi Deputi Penindakan KPK.
Dia diduga melakukan pertemuan dengan Muhammad Zainul Madji atau lebih dikenal Tuan Guru Bajang alias TGB selaku Gubernur NTB di sebuah lapangan tenis di NTB. Padahal, saat itu TGB masuk sebagai salah satu pihak yang diperiksa dalam kasus divestasi saham PT Newmont.
Firli mengakui pertemuan itu hingga akhirnya diperiksa oleh Pengawas Internal KPK. Namun, pertemuan itu bukan direncanakan dan tanpa hubungan keterikatan.
"Saya tidak ingin mengulang masalah ini. Selama ini saya memilih diam. Saya pilih berdamai dengan diri saya sendiri," ujar Firli menjawab pertanyaan anggota Pansel Capim KPK, Marcus Priyo Gunarto.
Firli menjelaskan banyak pihak menduga ia telah melanggar kode Etik Undang-undang Nomor 30 tahun 2002, khususnya intenral KPK mengadakan hubungan dengan pihak berperkara. Padahal, Pasal 38 undang-undang tersebut dijelaskan hubungan yang dimaksud ialah hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara di KPK.
Mengacu pasal itu, Firli menilai dirinya tidak melakukan pelanggaran etik KPK. "Saya tidak melakukan hubungan. Kalau bertemu iya. Saya bertemu dengan TGB tanggal 13 Mei 2018. Bertemunya begini, saya sudah izin pimpinan Ke NTB ada sertijab. Lalu saya diundang main tenis ada Danrem, Danlanud. Saya datang, main dua set, pukul 09.30 baru TGB datang. Saya tidak mengadakan hubungan dan pertemuan. Kalau bertemu iya," tegas Firli.
Buntut dari masalah itu, menurut Firli dirinya sempat diperiksa pengawas internal atau Panwas KPK. Bahkan Firli diminta memberikan klarifikasi langsung ke Pengawas Internal KPK pada 20 Oktober 2018 dan kepada lima pimpinan KPK pada 19 Maret 2019.
"Hasilnya dari pertemuan itu bahwa tidak ada fakta saya melanggar UU No 30, saat itu TGB bukan tersangka. Saya tidak melakukan hubungan. Kesimpulannya bukan pelanggaran. Infantri Farid yang hubungi TGB, bukan saya," kata Firli lagi.
Hasil penilaian dari tes kesehatan, wawancara dan uji publik terhadap 20 capim KPK ini akan digabungkan untuk selanjutnya dipilih 10 orang capim KPK dengan nilai terbaik. Sebanyak 10 nama yang lolos tahapan tersebut akan diumumkan pada Jumat, 30 Agustus 2019. Selanjutnya, nama-nama itu akan diserahkan Pansel Capim KPK kepada presiden untuk kemudian diterima pada 2 September 2019.
Sebelumnya adanya tes wawancara dan uji publik ini, pihak mengkritis kinerja Pansel Capim KPK yang dipimpin oleh Yenti Ganarsih. Sebab, Pansel tak menggubris temuan hasil penelusuran (tracking) KPK tentang adanya sejumlah capim KPK bermasalah, tetapi tetap diloloskan dalam tes profile assessment. Padahal, KPK telah menyampaikan nama-nama hingga dugaan masalah para capim tersebut kepada pihak pansel.
Capim KPK yang diduga bermasalah itu terkait ketidakpatuhan dalam pelaporan Laporan Harta dan Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dugaan penerimaan gratifikasi, dugaan perbuatan yang menghambat kerja KPK, dugaan pelanggaran etik saat bekerja di KPK, dan lain-lain.
KPK Mentahkan Firli