"Kan saat daftar sudah jelas sebagai ASN harus siap ditempatkan di mana saja di wilayah NKRI," kata Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan kepada Kompas.com, Selasa (27/8).
Hal ini disampaikan Ridwan menanggapi hasil survei yang menyebut para ASN menolak pindah ke ibu kota baru. Ridwan meyakini penolakan para ASN itu hanya spontanitas saat ditanya oleh surveyor.
Namun demikian, jika memang nantinya ada perintah dari negara untuk dipindahtugaskan, maka Ridwan yakin mayoritas ASN tidak akan menolak. Ridwan menegaskan akan ada sanksi bagi ASN yang menolak untuk dipindahtugaskan.
"Sesuai UU ada aturannya terkait sanksi, tapi kita jangan bicara jauh ke sana dulu karena ini prosesnya masih panjang," ujar Ridwan.
Ridwan mengaku sampai saat ini belum ada keputusan kementerian dan lembaga mana saja yang akan dipindah ke ibu kota baru. Menurut dia tidak semua instansi pemerintah akan dipindah ke Kalimantan Timur.
"Harusnya cukup fungsi pemerintahan yang berhubungan langsung dengan lembaga kepresidenan," ujar Ridwan.
BKN memprediksi ada sekitar 600.000 ASN di kementerian/lembaga yang akan dipindahtugaskan ke ibu kota baru. "Perkiraan dari total 900.000 PNS kementerian/lembaga yang ada saat ini, 600.000 yang akan dipindahkan," kata Ridwan.
Tak ada Pilkada di Ibu Kota Baru RI
Bentuk pemerintahan di ibu kota negara Republik Indonesia yang baru bukan otonom, tapi administratif. Oleh karena itu, ibu kota negara akan dipimpin oleh aparatur sipil negara dan tidak ada pemilihan kepala daerah.
Hal ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik di kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (27/8). Menurut Akmal ibu kota negara baru nanti akan berbentuk daerah administratif khusus dan dipimpin oleh ASN yang ditunjuk pemerintah.
“Bentuk pemerintah baru nanti bukan otonom tapi administratif khusus dan otomatis dipimpin oleh ASN, yang memantau nanti saya itu,” ungkap Akmal.
Akmal mengatakan ibu kota baru diharapkan bebas dari dinamika politik. Ibu kota negara yang baru nanti tidak seperti di Jakarta sekarang yang berbentuk daerah otonomi khusus dan melaksanakan pemilihan kepala daerahnya secara politik.
Sebagai daerah administratif khusus, maka pemerintah pusat, terutama presiden, mempunyai kewenangan langsung mengatur ibu kota tersebut. “Kita sarankan ibu kotanya administratif dan agitatif, bukan otonom. Kalau otonom ada pilkada, ada DPRD, dan pasti ada dinamika politik,” tegasnya.
Pernyataan Akmal tersebut ditegaskan langsung oleh Mendagri Tjahjo Kumolo. Tjahjo mengatakan ibu kota baru yang dicanangkan di antara Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara tersebut akan dibuatkan wilayah administratif khusus dan bukan otonomi khusus.