TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kondisi keamanan di Papua sudah kembali tenang dan kondusif, namun penjagaan oleh aparat keamanan masih terus dilakukan di sejumlah fasilitas publik.
Sementara Polri terus mengusut dalang dibalik aksi kerusuhan di sejumlah kota di Papua pekan lalu itu, termasuk keterlibatan asing.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengklaim situasi di Papua dan Papua Barat sudah tenang dan kembali kondusif.
"Hari ini kita sangat bersyukur ya, bahwa kita mendengar saudara-saudara kita di Papua - Papua Barat sana sudah berdamai, sudah tenang, kehidupan mulai berjalan lagi, toko-toko sudah buka," kata Wiranto dalam acara kesenian masyarakat Papua di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/9/2019).
Baca: TERKINI Wagub Papua Pimpin Acara Tatap Muka Forkopimda, Bahas Jalan Terbaik untuk Papua Damai
Baca: Bantu Perdamaian di Papua, Putri Gus Dur Lakukan Dialog dengan Sejumlah Tokoh Papua
Menanggapi perkembangan terbaru ini Menkopolhukam meminta seluruh elemen masyarakat menjaga situasi di Papua tetap aman.
Ia juga berjanji akan memulihkan pengerahan pasukan ke Papua serta pemblokiran akses internet yang sudah dilakukan sejak Rabu, 21 Agustus lalu untuk mencegah dan meminimalisasi penyebaran hoaks akan dipulihkan segera setelah analisis keamanan memungkinkan.
"Pasti dibuka. Saya katakan bahwa kalau sudah damai memang untuk apa kami blocking medsos," kata Menkopolhukam.
"Kalau sudah damai untuk apa aparat keamanan ribut-ribut, ramai-ramai di sana? Enggak ada," sambungnya katanya.
Sementara itu upaya pengamanan ketat masih terus berlangsung di Papua. Aparat dilaporkan masih berjaga-jaga di sejumlah fasilitas publik seperti rumah ibadah, pasar, pertokoan dan perkantoran.
Otoritas keamanan Indonesia telah menerjunkan 6 ribu personil gabungan dari Polri dan TNI yang ditempatkan di Jayapura, Manokwari, Sorong, Paniai Deiyai, Nabire, dan Fakfak.
Disaat yang bersamaan, polisi juga masih menyelidiki kasus kerusuhan di Papua dan Propinsi Barat pekan lalu.
Kadiv Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal menyatakan pihaknya sudah mengantongi identitas dalang kerusuhan yang menyebabkan aksi unjuk rasa berujung perusakan sejumlah fasilitas di Papua.
Secara terbuka Mohammad Iqbal menyebut adanya keterlibatan asing yang ikut memanasi situasi di Papua hingga terjadi kerusuhan pekan lalu.
"Ada (kaitannya dengan pihak asing) tapi ini kan penanganannya harus komprehensif. Polri tentunya akan koordinasi dengan Kemlu, dengan lembaga dan kementerian," katanya.
Pasca kerusuhan di Jayapura
Iqbal menjelaskan kepolisian dan kementerian, serta lembaga terkait kini sedang berupaya memetakan penyebab dan siapa saja yang terlibat dalam peristiwa kerusuhan tersebut. Polri sedang melakukan pengelompokan terkait aktor intelektual yang menyebarkan provokasi ke masyarakat Papua tersebut.
"Sebenarnya kelompok-kelompok lokal yang diduga ada kaitannya dengan kerusuhan ter-connect dengan beberapa pihak luar. Ini sedang kami petakan," jelasnya.
Sebelumnya tudingan keterlibatan pihak asing dalam memanasi kondisi keamanan di Papua juga diungkapkan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Hinsa Siburian, tanpa merinci negara mana yang di maksud.
"Kita tidak bisa sebutkan asal negaranya, Kita tidak bisa tuduh negara mana karena bisa dari mana-mana. Kelompok maupun perorangan," ucapnya usai mengikuti rapat di Kemenkopolhukam, Jum'at (30/8/2019).
Mabes Polri menyebut ada sekitar 1.750 akun di media sosial yang menyebarkan hoaks soal Papua, dimana sebagian dari akun itu berasal dari luar negeri.
Puluhan orang jadi tersangka
Terkait kerusuhan di kota Jayapura dan sekitarnya, pada Sabtu (31/8/2019), Polda Papua menyatakan pihaknya telah mengamankan 64 orang dan banyak 31 orang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka dikenakan pasal beragam mulai dari melakukan aksi pembakaran fasilitas umu, pencurian hingga penyebaran kabar palsu atau hoax.
Di Jakarta, Polda Metrojaya juga resmi menetapkan 8 orang sebagai tersangka kasus dugaan pengibaran bendera Bintang Kejora dalam aksi unjuk rasa memprotes tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya di depan Istana Negara Jakarta, Rabu, 28/8/2019.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menyebut, kedelapan tersangka itu dituduhkan melakukan makar dengan ancaman penjara seumur hidup
"Intinya ada kaitannya dengan keamanan negara, ada Pasal yang ada di KUHP ada Pasal 106 dan 110, mereka kami tangkap di beberapa tempat berbeda," kata Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta, Minggu (1/9/2019).
Salah satu anggota tim advokasi Papua, Tigor Hutapea mengatakan mereka yang ditangkap terdiri dari 7 mahasiswa Papua dan 1 orang aktivis Papua.
Tigor mengaku belum bisa berkomentar banyak mengenai penangkapan kliennya karena pihaknya sangat dibatasi dalam melakukan pendampingan.
"Kami sudah bertemu dengan mereka tapi hanya sebentar, kami belum sempat menanyakan motivasi mereka mengibarkan bendera Bintang Kejora," kata Tigor.
"Upaya kami mendampingi mereka sangat dihambat, biasanya kita bisa duduk di sebelah klien jadi bisa dengar langsung apa yang ditanyakan polisi dan jawaban tersangka, tapi kami kemarin hanya bisa melihat saja. Itupun hanya kepada 2 orang yang sudah ditahan, yang 6 lagi tidak bisa kami damping." Tutur Tigor.
Mewakili tim advokasi Papua, Tigor berharap pihaknya bisa memperoleh akses seluas-luasnya dalam memberikan pendampingan.
Unjuk rasa dilarang di Papua
Untuk memastikan situasi di tanah Papua benar-benar aman dan kondusif, Kapolri dan Panglima TNI direncanakan akan berkantor di Papua selama setidaknya sepekan mendatang.
Langkah lain yang dilakukan Kapolri untuk menjaga situasi tetap kondusif oleh kepolisian adalah dengan m menerbitkan larangan melakukan aksi unjuk rasa di Papua dan Papua Barat.
"Saya sudah perintahkan kepada Kapolda Papua dan Papua Barat untuk mengeluarkan maklumat untuk melakukan larangan demonstrasi atau unjuk rasa yang potensial anarkis," kata Tito Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Minggu (1/9/2019).
Menurut Tito, polisi sudah memberikan polisi telah memberi kesempatan kepada masyarakat Papua untuk menggelar aksi unjuk rasa dan menyampaikan pendapat sesuai Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998.
"Pengalaman dari Manokwari dan Jayapura kemarin,kita niatnya baik untuk memberi kesempatan menyampaikan pendapat, tapi kenyataannya menjadi anarkis, menjadi rusuh, ada korban serta kerusakan," kata Tito.
Seperti diketahui kerusuhan yang melanda kota Jayapura dan sekitarnya pada Kamis (29/8/2019) juga diawali dengan aksi unjuk rasa ribuan warga yang memprotes tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
Aksi unjuk rasa ini berujung anarkistis. Massa membakar ruko, perkantoran pemerintah, kendaraan roda dua dan roda empat, serta merusak fasilitas lainnya.