TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon berkeyakinan keputusan pemerintah tentang pemindahan ibu kota negara baru memiliki nasib yang sama dengan mobil Esemka, yang tertunda jadi mobil kebanggaan bangsa.
Bagi anggota DPR asal Partai Gerindra ini, keputusan Presiden Jokowi itu terburu-buru dan tidak matang.
Ia menilai banyak faktor yang mengakibatkan keputusan tersebut berbuntut panjang dan berakhir tertunda, seperti payung hukum belum ada, pembiayaan yang tak jelas, hingga kajian yang belum memadai.
"Saya termasuk yang mengatakan kalau (target) 2023-2024, sama seperti Esemka. Karena itu kalau kata Rocky Gerung sebuah kausa prima, jadi ini akan kurang lebih bernasib sama," kata Fadli, di kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (2/9/2019).
Baca: Dilarang Beroperasi di Malaysia, Driver Gojek Tuntut Shamsubahrin Ismail Minta Maaf
Sejauh ini, Fadli melihat belum ada hal urgensi yang diselesaikan pemerintah dengan pemindahan ibu kota itu.
Ia mengatakan, ada baiknya pemerintah mengatasi hal utama seperti kemiskinan, penggangguran, maupun pemerataan ekonomi.
"Urgensi nya apa? Ada apa dengan Jakarta? Jakarta menurut saya ada masalah banjir dan macet kan dulu janjinya Jokowi waktu masih jadi gubernur 'kalau saya presiden Nanti beres ini Jakarta karena presiden ikut membantu menyelesaikan persoalan Jakarta' tapi jadi ternyata tidak. Jadi menurut saya ini apa namanya out of the blue yang tidak penting gitu loh Dan saya yakin nasibnya akan sama dengan ESEMKA," jelas dia.
Baca: Ucapan Bima Aryo Sebelum Anjingnya Terkam ART Sampai Tewas: Jangan Beli Anjing Kayak Sparta
Pada Senin pekan lalu, Presiden Jokowi mengumumkan pemindahan ibu kota negara ke wilayah Kalimantan Timur, di sebagian Kabupaten Samboja dan sebagian kabupaten Penajam Paser Utara.
Sejumlah pertimbangan dilalui pemerintah seperti kajian bencana, kelengkapan fasilitas infrastruktur, maupun ketersediaan lahan.
Baca: Viral Foto Ibu Tampak Lelah Bawa Anak Naik Kereta, Cerita Perjuangannya Pulang Kerja Malam Buat Haru
Bappenas menyebut untuk pemindahan dan pembangunan wilayah ibu kota baru selama 5 tahun, dibutuhkan dana hingga 466 Triliun, dengan skema pembiayaan kerja sama dengan pihak swasta dan mengambil bagian sedikit dari APBN.