Laporan Wartawan Tribunnews.com, Domu D. Ambarita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana menjual tanah di lokasi ibu kota baru RI, Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kuatai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Harganya belum pasti, namun Presiden Joko Widodo memperkirakan Rp 2 juta per meter.
Setiap warga negara dapat membeli secara individu, tanpa perantara dan tidak dijual kepada pengembang.
"Kita akan menjual kepada individu langsung, tidak ke pengembang, juga tidak kepada swasta, karena (nanti) harganya (jadi) mahal. Misalnya saya jual Rp 2 juta per meter. Saya sudah tanya banyak orang, kalau harga Rp 2 juta per meter, banyak yang minat. Orang Jakarta banyak yang punya uang. Dalam tiga hari juga habis. Bandingkan dengan harga di sini (lokasi strategis Jakarta), harga tanah sudah Rp 200 juta per meter," ujar Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan lebih dari 35 pemimpin redaksi media massa di istana negara, Jakarta, Selasa (3/9/2019) siang.
Presiden menjelaskan, hamparan tanah di Kabupaten PPU dan Kukar yang akan menjadi lokasi ibu kota baru adalah tanah negara dengan luas keseluruhan 180 ribu hektare (ha).
Baca: Kronologi Saiful Rudapaksa Mama Muda Bermodus Mau Bayar Utang
Baca: BERITA POPULER: 6 Fakta Anjing Bima Aryo Serang ART hingga Tewas, dari Kronologi hingga Karantina
Baca: Mobilnya Ikut Terbakar, Mahasiswa ITB Diduga Ikut Hangus Dalam kecelakaan Maut di Tol Cipularang
Baca: Ini 6 Zodiak yang Emosional dan Berhati Dingin, Apakah Zodiakmu Termasuk?
"Jadi areal yang kita patok itu 180 ribu hektare. Tapi tidak semua itu akan dibangun. Yang akan dibangun untuk ibu kota baru adalah 40 ribu hektare," ujar Presiden Joko Widodo.
Perinciannya, untuk pembangungan jangka panjang ibu kota baru seluas 40.000 hektare.
Dari luasan itu, 10.000 ha akan dipakai untuk lokasi pembangunan kompleks perkantoan pemerintah pusat.
Dari 10 ribu hektare, akan dibangun terlebih dahulu kompleks istana dan kantor kementerian/lembaga.
Kemudian, sisa lahan peruntukan 30.000 hetare akan dijual dengan menawarkan ke pembeli per individu, bukan korporasi.
Tidak melalui perantara, semacam pengembang.
Masih menurut rencana presiden, Ibu Kota Negara di Kaltim langsung di bawah otoritas Presieden.
Bukan dalam pengawasan gubernur, maupun bupati atau wali kota.