3. Mendesak pemerintah mengungkap dan mengusut tuntas semua pelaku dan aktor intelektual dari tindakan diskriminasi rasial terhadap mahasiswa Papua di Surabaya serta dalang kerusuhan di Papua dan Papua Barat, dan memberikan hukuman yang tegas kepada para pelaku, baik dari pihak aparat maupun organisasi masyarakat, dan proses hukumnya dilakukan dengan adil dan transparan.
4. Meminta pemerintah melakukan pendekatan dialog, persuasif, dan bukan militeristik dalam penyelesaian persoalan di Tanah Papua, dan berkomitmen mengusut tuntas berbagai pelanggaran HAM yang telah terjadi di Papua, termasuk pelanggaran HAM masa lalu, sebagai bentuk keseriusan pemerintah membangun rasa keadilan dan kesetaraan sesama anak bangsa.
Aparat keamanan harus menjamin tidak adanya korban jiwa yang bertambah dalam penyelesaian konflik di Papua, termasuk konflik yang sedang terjadi di Nduga, Papua.
5. Menyerukan kepada pemerintah agar dibentuk Unit Kerja Khusus yang terdiri dari unsur pemerintah pusat, daerah, tokoh agama, tokoh adat, dan perwakilan organisasi kepemudaan dimana Unit Kerja Khusus ini bertanggungjawab melakukan pendampingan dan pembinaan kepada siswa dan mahasiswa Papua yang melanjutkan studi di luar Papua.
6. Meminta kepada pengurus daerah dan cabang GAMKI, Pemuda Katolik, GP Ansor, dan Pemuda Muhammadiyah di Papua, Papua Barat, dan seluruh Indonesia untuk dapat saling berkoordinasi dengan semua stakeholder di daerah serta membangun dialog dan doa bersama agar kedamaian dapat terwujud kembali di tengah masyarakat Papua dan Papua Barat.
Demikian pernyataan sikap bersama ini kami sampaikan.
Jakarta, Selasa 3 September 2019
Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas
Ketua Umum DPP Pemuda Muhammadiyah, Sunanto
Ketua Umum DPP Pemuda Katolik, Karolin Margret Natasa
Ketua Umum DPP GAMKI, Willem Wandik