Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai upaya pelemahan komisi antirasuah.
Revisi UU KPK merupakan satu bentuk dari empat upaya pelemahan KPK.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK, Rasamala Aritonang.
"Ada empat paling tidak yang kami catat dari bagaimana sistematisnya (pelemahan KPK,-red) ini," ujar Rasamala pada sesi jumpa pers di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Minggu (8/9/2019).
Baca: Revisi Undang-Undang KPK Dinilai Cacat Prosedural, Ini Penjelasannya
Selain Revisi UU KPK, kata dia, bentuk pelemahan KPK lainnya, yaitu belum terungkapnya dalang penyerangan dan penyiraman air keras kepada penyidik senior KPK, Novel Baswedan.
Ketiga, terkait proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK yang banyak dikritik masyarakat.
Keempat, diselesaikannya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) secara terburu-buru.
Baca: 7 Hotel Murah di Puncak Bogor, Tarif Inap Mulai Rp 81 Ribu per Malam
Mengenai RKUHP, kata dia, pihaknya telah menyampaikan beberapa catatan dan problem terkait dimasukkannya delik korupsi dari undang-undang sekarang yang kemudian dimasukkan ke RKUHP di Pasal 603-607.
"Bagaimana konsekuensi dan problem terhadap upaya pemberantasan korupsi ke depan. Yang menurut hemat kami akan mengurangi dan bahkan tidak sama sekali tidak memberikan insentif terhadap upaya pemberantasan korupsi," kata dia.
9 poin jadi sorotan KPK
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan KPK sedang berada di ujung tanduk.
Penyataan tersebut menyikapi munculnya inisiatif DPR terkait revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
Agus membeberkan 9 poin dalam draf revisi UU tersebut yang bakal melemahkan dan bahkan melumpuhkan KPK secara lembaga dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.