TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon pimpinan (Capim) KPK hari ini oleh Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat hari ini, Senin (11/9/2019), Nawawi Pomolango setuju bahwa kewenangan penyadapan oleh komisi antirasuah harus diperketat dan diawasi.
Ia menegaskan kewenangan penyadapan harus diatur lebih ketat supaya tidak digunakan di luar tujuan awal penyidikan.
“Penyadapan memang harus diatur sedemikan rupa, di negara lain kewenangan penyadapan diberikan secara hati-hati. Kalau nanti diatur perlu izin forum lain yang mau dibentuk (Dewan Pengawas KPK) tidak masalah. Penyadapan harus hati-hati, negara ini terlalu murah soal penyadapan, jangan rekaman penyadapan yang tak sesuai relevansi kemudian dibuka ke publik,” jelas Nawawi.
Nawawi yang merupakan mantan hakim di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat mengatakan hal tersebut berdasarkan pengalaman yang ia punya ketika menangani kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi dengan tersangka Ahmad Fathanah.
Ia mengaku saat itu menolak permintaan jaksa penuntut umum untuk memutar rekaman yang tidak ada relevansinya dengan kasus tersebut.
“Dalam sidang saat itu jaksa penuntut umum minta rekaman penyadapan diperdengarkan secara terbuka, sidang saya skors untuk mengecek isi rekaman, ternyata tak ada relevansinya dengan kasus. Masa seperti itu harus diputarkan,” tegasnya.
Baca: Kerap Kecelakaan di Tol Cipularang KM 91-92, Kakorlantas Bilang Begini
Dalam forum yang sama Nawawi secara tegas menyatakan setuju dengan RUU KPK. Namun ia menyatakan hanya setuju pada sebagian poin dan tak setuju dengan sebagian poin lainnya.
“Setuju. Tapi tidak keseluruhan. Saya sangat setuju soal kewenangan pemberian SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), namun saya tak setuju dengan misal poin penuntutan harus dikoordinasikan dengan Kejaksaan Agung. Lalu di mana independensi KPK, harus dipikir,” pungkas Nawawi.