News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi UU KPK

Saut Situmorang Tantang Pemerintah dan DPR Perang Pikiran Soal Revisi UU KPK

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/8/2019).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menantang pihak-pihak di jajaran eksekutif dan legislatif untuk perang pikiran membahas revisi Undang-Undang KPK.

Menurut dia, poin-poin yang tertuang dari 70 pasal dalam revisi perubahan tersebut berpotensi melemahkan KPK.

"Kalau kita berdebat tentang yang disebut sekarang itu, kita bisa berdebat. Itu yang saya katakan. Mari kita perang pikiran. Sekarang kita sedang perang pikiran ini. Mari kita perang pikiran," ucap Saut di lobi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/9/2019).

Baca: Ketika Warga Berebut Swafoto di Makam BJ Habibie

Saut memandang revisi UU KPK tidak perlu.

Dia pun menepis segala pernyataan politikus Senayan yang acap kali menilai revisi UU KPK sebagai penguatan kelembagaan.

"Kalau dia tidak bisa meyakinkan saya, itu kesalahan dia. Tapi kalau kami tidak juga bisa meyakinkan dia, itu salah kami. Tapi jangan pernah berhenti perang pikiran," ujarnya.

Saut menambahkan, saat ini pihaknya juga sedang terlibat dalam perang data.

Baca: Film Gundala Tayang di Toronto, Antrean Penonton Mengular Hingga ke Jalan, Joko Anwar : Deg-degan !

Data yang dimaksud ialah mengenai rekam jejak calon pimpinan KPK yang saat ini sedang menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR.

Dia menunggu apa yang menjadi keputusan dewan usai pihaknya melayangkan surat mengenai keberatan terhadap calon pimpinan KPK.

"Sebagaimana kita tidak boleh berhenti perang data. Ini perang data juga ini kita sekarang. Dua perang yang kita jalani. Sama ada yang bilang tidak begini tidak begini, mereka tidak percaya. Kita kirim datanya, kita lihat nanti seperti apa kebijakannya," katanya.

Baca: Sebelum Melakukan Penusukan, RG Ternyata Suka Stalking Instagram Siswi SMK di Bandung

Saut mengamini KPK perlu kritik.

Menurut dia, banyak yang harus diubah dalam tubuh lembaga antirasuah tersebut.

Seperti penambahan deputi menjadi tujuh.

"Diubah banyak. Di antaranya deputi KPK harus tujuh, setuju enggak tujuh? Setuju dong. Paling enggak harus setuju," katanya lagi.


Masukan Alexander Marwata

Isu dugaan pelanggaran kode etik berat yang pernah dilakukan mantan Deputi Penindakan KPK, Irjen Pol Firli Bahuri mendominasi uji kalayakan yang dijalani calon petahana pimpinan KPK 2019-2023, Alexander Marwata di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2019).

Firli yang juga menjadi kandidat calon pimpinan KPK diduga melakukan pelanggaran kode etik berat saat bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi yang pernah menjadi saksi kasus suap PT Newmont Nusa Tenggara.

Belajar dari kasus tersebut Marwata mengajukan usulan agar Pasal 36 poin (a) UU KPK agar direvisi.

Poin tersebut berbunyi melarang pimpinan KPK mengadakan hubungan langsung ataupun tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun.

Marwata memberi masukan agar pelanggaran yang masuk dalam kategori tersebut harus diberi kriteria telah terjadi kesepakatan terlebih dahulu.

“Ini sekalian saya beri masukan Revisi UU KPK terutama pada pasal 36 poin (a) tersebut. Kalau ketemunya tidak direncanakan bagaimana, harusnya bisa dikenakan pasal itu bila ada kesepakatan terlebih dahulu. Kalau ketentuannya seperti itu bisa-bisa lima pimpinan KPK kena semua,” ungkapnya.

Baca: Hadiri Prosesi Pemakaman, WNA Australia: Sosok Habibie Mendunia

Marwata pun mengusulkan agar pada poin itu ditegaskan ketentuan tersebut berlaku bila pertemuan yang melibatkan pimpinan KPK dan tokoh yang pernah terkait kasus tindak pidana korupsi bisa berdampak pada terhambatnya proses penanganan perkara.

“Saya pernah diundang Pak Bambang Soesatyo, ke Semarang saya ketemu Pak Ganjar Pranowo, lalu diundang ke Istana ketemu Zumi Zola sebelum tersangka, perlu ditegaskan bahwa ketentuan itu berlaku jika pertemuan bisa menghambat proses penanganan perkara,” terangnya.

Marwata mengaku kasus yang menimpa Firli sempat membuat lima pimpinan KPK kebingungan.

Sebelumnya Ketua KPK RI Saut Situmorang menjelaskan dalam konferensi pers kemarin Rabu (11/9/2019) bahwa hasil pemeriksaan DPP KPK menyatakan Firli Bahuri diduga melakukan pelanggaran kode etik berat.

Saut mengatakan pemeriksaan terhadap Firli dilakukan DPP KPK sejak 21 September 2018 dan sudah disampaikan ke pimpinan pada 23 Januari 2019.

Lebih lanjut Marwata merasa heran ada pimpinan KPK yang menggelar konferensi pers tersebut karena sebelumnya tiga dari lima pimpinan KPK setuju kasus dugaan pelanggaran kode etik Firli ditutup karena yang bersangkutan kini sudah ditarik kembali ke institusi asal yakni Polri.

Berdasarkan sistem kepemimpinan kolektif kolegial yang diterapkan di KPK maka keputusan yang diambil oleh lembaga adalah suara mayoritas.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini